Selasa, 24 Januari 2012

KATA PENGANTAR

Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar Kabiira walhamdulillahikatsira, Wasubhanallahibukrata waasila, Laailaahaillallahu Wallahu Akbar Allahu Akbar Walillahil Hamdu. Segala Puji bagi Allah yang tiada pernah salah dan lupa, tiada sekutu Bagi-Nya. Atas ijin dan ridha Allah panitia Idul Adha 1431 H telah melaksanakan kegiatan Shalat hari raya Idul Adha 1431 H dan Pemotongan serta penyaluran hewan qurban kepada yang berhak. Adapun rincian kegiatan akan kami sampaikan dalam bab berikut.
Semoga Allah SWT Menerima dan Meridhai seluruh Ibadah Qurban Jamaah Masjid Darussalam yang pelaksanaanya telah diamatkan kepada Panitia Idul Adha 1431 H tiada balasan yang paling diharapkan dan diinginkan dari Allah Kecuali hanya Ridha dan ramhat-Nya.
Allahuakbar walillahilhamdu….YA Allah Ya Arhamarrahimiin Terima Ibadah dan pengabdian kami, ampuni segala kesalahan dan kekeliruan kami baik yang sengaja maupun tidak kami sengaja engkau yang maha sempurna yang tiada pernah slah dan lupa. Limpahkan rahmat dan karunia-Mu kepada kami …
Amiin Yarabbal’alamiin.


Jakarta, Nopember 2010
Panitia Idul Adha 1431 H
Ketua


Budi Santoso, S.Sos.I

I. Dasar :
1. Program kerja DKM Darussalam TA. 2010
2. Hasil Musyawarah pengurus masjid Darussalam tanggal 27 oktober 2010.

II. Jenis Kegiatan :

1. Sholat Idul Adha :
a. Hari / tanggal : Rabu 17 Nopember 2010
b. Pukul : 07.00 wib
c. Tempat : Halaman Masjid Darussalam
d. Imam dan Khotib : Drs.Akhmal Sidiq, S.Ag

2. Pemotongan dan penyaluran daging Qurban:
a. Hari / tanggal : Rabu 17 Nopember 2010
b. Pukul : 08.00 wib s.d Selesai
c. Tempat : Halaman Masjid Darussalam

III. Hasil Kegiatan :

1. Shalat Idul Adha 1431 H diikuti oleh seluruh warga Muslim Komplek Kemhan Mabes TNI Jatimakmur dan sekitarnya, dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan dengan khatib dan Imam Drs. Akmal Sidiq, S.Ag
2. Penerimaan dan penyaluran hewan qurban :

a. Panitia telah menerima hewan qurban sapi sebanyak 4 ekor dan kambing 42 ekor yang masing masing atas nama :

I. Keluarga Besar Bp. Amiruddin S, Kapusku TNI
1. Bp. Amiruddin Kapusku TNI
2. Ibu Nilawati
3. Lia yulianti
4. Septi Armianti
5. Meulita Rizki
6. Riski Arif
7. Ibu Fatimah

II. Keluarga Besar Bp. Adipati Karnawijaya Dansatma Denma Mabes TNI
1. Bp. Adipati Karnawijaya Dansatma Mabes TNI
2. Ibu Diah Widyawati
3. Lyndyanita Almira P
4. M.Figo Revanza Karnawijaya
5. Babyazka Sandrina
6. Hj. Sri Sulastri
7. Hj. Rahayu Sutriana

III. Keluarga Besar Bp.H.Irwan Syamsu Ketua RW.18 Komplek Kemhan Mabes TNI
1. H.Irwan Syamsu Ketua RW 18
2. Hj. Rully Roliah
3. Pipin Priwilhani
4. Nunu Nugraha
5. Sri Budiani
6. Muhamad Fahri Zuhdi
7. Muhamad Daffa Zuhdi

IV. Jamaah Masjid Darussalam untuk 7 orang atas nama
1. H.Syarwani
2. H.Soepardi B.Y
3. Bp.Marjoko
4. Hj Siti Wiyatin Binti Joko
5. H. Lasiman
6. R.A Budhiman Bin Tatak
7. Luqman Alhakim

b. Kambing sebanyak 20 ekor atas nama :

1. Krisna Aji Pratama K-245
2. Resti Septina Damayanti B-63
3. Ibu Sumiyati H-2
4. Ibu Rini Narmi K-142
5. Ibu Imam Sanuso K-292
6. Ardani Dwi Jayanti K-29
7. Ibu Ratna K-82
8. Ibu Dita Kirana Febrianti K-42
9. Emirsyah Rafsanjani K-44
10. Ibu Sudarsih K-44
11. Dudy Dwi Lisatrio H-24
12. Bp.Mishadi B-38
13. Titik Trinovita B-38
14. Ibu Erna Malina B-61
15. Umi Nurlatifah H-32
16. Bp. Budi Satoto B-25
17. Bp.Iwan Kurniawan G-8
18. Budi Widia Utomo G-8
19. Dito Yudanto S K-125
20. Diki Dwi Nur P Bin M.Nur Z K-192

c. Seluruh daging qurban telah didistribusikan kepada yang berhak sebanyak 800 kantong dengan pendistribusian sebagai berikut :

1. Warga Kampung Rawa bacang dan sekitarnya sebanyak 665 Kantong
2. Warga Komplek Kemhan Mabes TNI sebanyak 70 Kantong.
3. Panitia Qurban sebanyak 65 kantong


IV. Penggunaan Biaya :

1. Konsumsi Rp.1.400.000,-
2. Perlengkapan Rp. 844.000,-
3. Pemotongan Rp. 300.000,-
4. Pendistribusian Rp. 221.000,-

Rincian laporan keuangan terlampir.

V. Hambatan dan Upaya mengatasi
Dalam pelakasanaanya secara umum kegiatan dapat berjalan dengan lancar serta tidak ditemukan hambatan yang berarti berkat kerjasama seluruh panitia dalam mensukseskan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncankan.

VI. Demikian Laporan kegiatan Penyelenggaraan Sholat Idul Adha dan pemotongan hewan qurban Panitia Idul Adha DKM Darussalam Komplek Kemhan Mabes TNI Jati Makmur tahun 1431 Hijriah. Semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita Amiin Yarobbal’alamiin.

Jatimakmur, Nopember 2010

Ketua Panitia



Budi Santoso,S.Sos.I
LAPORAN SEMINAR DAN WORKSHOP
JEJARING INTELIJEN PANGAN

(REPORT OF THE SEMINAR AND WORKSHOP ON THE FOOD INTELLIGENCE NETWORK)

EXECUTIVE SUMMARY

Seminar and workshop on the Food Intelligence Network were held in Jakarta, January 6th, 2004. it was organized by ICD/SEAMEO TROPMED Regional Center for Community Nutrition, University Indonesia and supported by the WHO (World Health Organization) and Badan POM (the National Agency for Drug and Food Control). A total of around 80 participants, excluding secretariat, participated in the seminar, while 22 participants participated in the workshop. The aims of the seminar and workshop were to increase the stakeholder’s awareness toward the importance of research results about Salmonella spp., to inform and present research results about food safety especially Salmonella spp., to collect research results from network members in the form abstracts; and to develop Salmonella-network.
                  The seminar and workshop was officially opened by Prof. Dr. Soemilah Sastroamidjojo, Director of SEAMEO-TROPMED RCCN-UI. In her welcoming message, she expected that willingness to develop a Salmonella-network which is related to Salmonella can support and help us to reduce and prevent Salmonellosis problems especially typhoid fever.
                  Salmonella is a foodborne pathogen that causes human illness around the world, and emerging anti-microbial resistance of Salmonella strains require a Global Approach (Jan A Speets, WHO). Food safety research in SEAMEO-RCCN since 1994 to 1997 generally have main topic which is similar each other namely about mikrobiologic reference due to food borne diseseases, Dr. Rina Agustina-Ahmad (ICD/SEAMEO-RCCN UI) tried to compile several thesis research results as well as staffs’ research result in her presentation. Food safety is one of primary community health issue. WHO encourages countries to develop food safety integration program and implementation sistematic prevention effort (Winiati Pudji Rahayu, Badan POM). The incidence of enteric fever in Jakarta is still associated with food, especially the consumption of iced drinks. Good hygiene and sanitation also play a role in the transmission of enteric fever in Jakarta (Soegianto Ali, University of Atmajaya). From the research conducted by NAMRU, it can be concluded that incidence extrapolation number tifoid/enterik fever was 99/105 inhabitans/year, lower than the year before (Narain Punjabi).
                  The topic of the next meeting will be zoonoses and organized by University of  Padjajaran, Bandung in the first week of July 2004.

LATAR BELAKANG

Penyakit akibat Pangan (PAP) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di semua negara, termasuk Indonesia.  WHO melaporkan bahwa sebagai gejala utama dari PAP, diare menyebabkan kematian bagi 5 - 10 juta anak balita per tahun di negara berkembang.  Diperkirakan sekitar 70 % kasus diare kemungkinan disebabkan oleh pangan yang terkontaminasi.  Penyakit demam tifoid yang disebabkan oleh Salmonella thypii, suatu organisme invasif, menyerang manusia dengan masuk ke dalam saluran pencernaan dan dapat masuk kedalam peredaran darah, merupakan salah satu penyebab utama penyakit akibat pangan.  Media penularan  penyakit ini adalah pangan.  Pangan mentah, telur, ikan, udang, daging ternak, susu, salad mentega, cokelat, gelatin dll adalah beberapa jenis pangan dimana sering ditemukan Salmonella spp.  Kebiasaan hidup yang kurang bersih dan dekatnya kontak antara limbah manusia dan sumber air minum seringkali menjadi perantara terjadinya penyebaran penyakit ini.
Berdasarkan survei yang dilakukan WHO, sekitar 15 juta kasus demam tifoid terjadi per tahun, dengan insidensi per tahun sebesar 0,5 % dari penduduk dunia. Indonesia melaporkan angka kematian akibat demam tifoid cukup tinggi. Seperti halnya negara berkembang lainnya, Indonesia memiliki karakteristik perkembangan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang meningkat, daerah kumuh yang cukup banyak di kota besar dan pengelolaan limbah manusia yang kurang baik (dekatnya kontak antara limbah manusia dan pasokan air).
Pengetahuan mengenai penyakit akibat Pangan (PAP) di Indonesia tidak lepas dari hasil penelitian berbagai pihak yang peduli terhadap masalah ini.  Banyak penelitian mengenai Salmonella spp. dan Salmonellosis yang telah dilakukan dan menghasilkan informasi yang sangat penting bagi masyarakat.  Namun karena adanya missing link informasi, sampai saat ini bahaya Salmonella spp. dan kasus demam tifoid belum banyak diketahui dan menjadi kesadaran umum, bahkan masih dianggap sebagai hal yang biasa bago kebanyakan orang.  
Komunikasi antara para peneliti dengan pihak lain sebagai pemerhati kasus-kasus PAP, termasuk Salmonella spp. secara rutin diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya demam tifoid, sehingga kasus penyakit ini di Indonesia dapat dicegah.


TUJUAN

Tujuan lokakarya ini adalah:
  1. Meningkatkan kepedulian para stakeholders terhadap pentingnya hasil-hasil penelitian mengenai Salmonella spp.
  2. Menginformasikan dan mempresentasikan hasil-hasil penelitian tentang keamanan pangan khususnya Salmonella spp.
  3. Mengumpulkan hasil penelitian para anggota jejaring dalam bentuk abstrak
  4. Terbentuk Jaringan Salmonella-net




PELAKSANAAN KEGIATAN

Waktu
Selasa, 6 Januari 2004

Tempat
Hotel Acacia, Ruangan Rose 1
Jl. Kramat Raya 73-81, Jakarta 10450
Telp. 021 390 3030

Kepanitiaan
DR. Ir. Siti Muslimatun, MSc
Dr. Rina Agustina-Ahmad, MSc
Ir. Dwi Nastiti, MSc
Evi Ermayani, STP

ICD/SEAMEO COOPERATIVE PROGRAM,
SEAMEO-TROPMED RCCN UI
Kampus UI Salemba Jl. Salemba Raya 4, Jakarta
Telp. 62-21-3913932, 3909205;  Fax. 021 391 3933
e-mail : icd@cbn.net.id

Jadwal Acara
Waktu                        Program
08.00 – 09.00            Pendaftaran dan rehat kopi
09.00 – 09.30            Sambutan
09.00 – 09.10            - Sekretariat Jejaring Intelijen Pangan
09.10 – 09.20            - Direktur SEAMEO-TROPMED RCCN UI
09.20 – 09.30            - Panitia Pelaksana Seminar
09.30 – 12.00            Presentasi & Diskusi
Moderator: Dr. Pratiwi Sudarmono, Sp.MK, PhD
09.30 – 09.50            - WHO Environmental Health Advisor
Ir. Jan A. Speets
Food Borne Disease and Salmonella Danger:  Global Outlook of FBD and WHO Global Salmonella Surveillance Program
09.50 - 10. 10            - SEAMEO TROPMED RCCN-UI
Dr. Rina Agustina Ahmad, MSc
Kompilasi kajian “Penyakit Akibat Pangan”  SEAMEO-TROPMED 1994-2003
10.10 – 10.30            - Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan      
                                       Pangan Badan POM RI
Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS
Kajian Salmonella sp. pada Pangan
10.30 - 10.50             - NAMRU
Dr. Narain Punjabi, PhD
Beban penyakit demam tifoid, serta Salmonelosis lainnya, berdasarkan hasil surveilan pasif di 2 kecamatan Jakarta Utara, Indonesia
10.50 - 11.10             - Kelompok Studi TIFOID – Univ. Atmajaya
Dr. Soegianto Ali
Risk factors for enteric fever in East Jakarta, Indonesia
11.10 - 11.50             Diskusi
10.50 – 12.00            -Direktur Kesehatan Masyarakat Veeteriner     
                                       Deptan RI
Bovine Spongioform Encephalopathy (BSE) – Dampak terhadap pembangunan peternakan ditinjau dari kebijakan nasional
      Drh. Bachtiar Moerad

12.00 – 13.00            Makan Siang
13.00 - 15.00             Workshop
Moderator kelompok I: Ir. Siti Muslimatun, PhD
Moderator kelompok II: Dr. Rina Agustina, MSc

PESERTA SEMINAR DAN WORKSHOP (Lampiran 1)

Sambutan Sekretariat Jejaring Intelijen Pangan
Prof. DR. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS, Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI
Assalamu a’laikum Warahmatullah Wabarakatuh
Terimakasih kepada ICD SEAMEO untuk menjadi tuan rumah di acara Jejaring Keamanan Pangan. Selanjutnya Bapak Jan Speet dari WHO. Bapak, ibu sekalian, para hadirin, tetamu yang saya hormati.
Pada kesempatan pagi hari ini, kita bertemu kembali dalam suatu forum Jejaring Intelijen Pangan. Seperti kita ketahui bersama bahwa Jejaring Intelijen Pangan kita dirikan bahwa kita mengetahui persis bahwa kegiatan intelijen dapat kita lakukan bersama-sama untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Jejaring Intelijen Pangan kalau kita lihat simbolnya disini bahwa ada tiga daun memang suatu jejaring yang kita kembangkan dalam suatu jejaring sistem keamanan. Disini tiga jaring yaitu yang pertama daun hijau itu jejaring intelijen pangan. Kemudian jejaring yang orange adalah jejaring pengawasan pangan dan yang ketiga jejaring yang biru adalah jejaring promosi keamanan pangan. Kami menganggap bahwa ketiga jejaring ini merupakan cikal bakal atau merupakan suatu paduan aktivitas untuk keamanan pangan agar kita dapat bekerja bersama-sama secara lebih efisien dan berhasil guna di dalam bidang keamanan pangan. Kita tidak mungkin lagi sekarang ini bekerja sendiri-sendiri untuk dapat mengatasi masalah keamanan pangan yang sebegitu besarnya di Indonesia ini oleh karena itu kita design atau kembangkan jejaring kerjasama ini sebagai wadah kita semua untuk saling dapat bekerja sama.
Khususnya untuk Jejaring Intelijen Pangan memang telah dikembangkan mulai atau sejak tahun 2001 dan seperti tadi ibu Iis sampaikan bahwa untuk Jejaring Intelijen Pangan kita telah mengadakan workshop dan juga seminar untuk yang ketiga kalinya. Target kami dari sekretariat Jejaring Keamanan Pangan paling tidak dua kali pertemuan seperti ini. Jadi seperti kita ketahui bersama bahwa pertemuan pertama dan kedua pada waktu itu dilaksanakan di badan POM yang pertemuan pertama sekaligus badan POM ditunjuk sebagai sekretariat Jejaring Intelijen Pangan ini. Karena disini kami bekerja di dalam suatu jejaring yang sama-sama saja kedududukannya, jadi tidak ada koordinantor tetapi diikat dalam suatu koordinasi kesekretariatan.
Bapak dan ibu sekalian tentunya didalam pertemuan kita yang kedua ini semoga hasil-hasil diskusi kita menjadi suatu landasan yang berarti bagi kebijakan kemanan pangan kita dimasa yang akan datang. Tentunya nanti kegiatan-kegiatan serupa semoga dapat juga mengambil tempat dimana bapak ibu berada. Kita untuk pertemuan ini melaksakannya secara bergiliran. Mungkin sebagai informasi saja bahwa Universitas Pajajaran di Bandung sudah bersedia untuk menjadi host berikutnya dan juga Unibraw di Malang sudah bersedia menjadi untuk menjadi host berikutnya.
Topik-topik mendatang, tentunya dapat kita diskusikan di akhir acara. Bapak dan ibu sekalian, kegiatan Jejaring Intelijen Pangan selain mengadakan seminar dan workshop seperti ini juga mengembangkan suatu program-program bersama anatara lain program food watch yang merupakan program monitoring kegiatan keamanan pangan. Jadi data-data yang diperoleh dari lembaga penelitian, lembaga pengawasan maupun instansi perguruan tinggi dan lainnya ini akan kita kumpulkan, kita olah, kita carikan bagaimana solusinya dan jalan keluarnya untuk kemudian kita terbitkan dalam bentuk food watch, jadi sekarang baru ada dua cikal bakal yang moga-moga 2004 ini dapat terbit. Kegiatan lainnya kita usulkan atau kita sedang persiapkan selain dari newsletter dan juga food watch tadi adalah kita mencoba mengembangkan program website untuk dapat menampung segala informasi, jadi moga-moga dengan berjalannya waktu apa yang menjadikan keinginan kita bersama tentunya dapat terealisasi berkat kerjasama diantara kita semua.
Bapak dan ibu sekali lagi saya mengajak bapak-bapak dan ibu yang hadir maupun yang belum berkesempatan hadir pada kegiatan ini untuk marilah kita terus-menerus bersama bersinergi mengerjakan program keamanan pangan nasional kita bersama-sama dan akhir kata sekali lagi saya mengucapakan terimakasih atas perhatian bapak ibu sekalian di dalam program Jaring Keamanan pangan Nasional ini. Demikian terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Sambutan Direktur SEAMEO-TROPMED RCCN-UI Jakarta
Prof. Dr. Soemilah Sastroamidjojo
Selamat Pagi,
Bapak-bapak, ibu-ibu dan saudara-saudara sekalian terimakasih atas kehadiran saudara-saudara pada seminar workshop hari ini yang antara lain bertujuan menginformasikan hasil-hasil penelitian tentang keamanan pangan khususnya Salmonellosis.
Penyakit akibat pangan, tadi ibu Iis mengatakan istilahnya macam-macam, penyakit akibat pangan, mungkin ada lagi istilahnya Food Borne Diseases, mungkin itu masih berlaku juga. Jadi saya kira maksudnya semua sama adalah semua penyakit-penyakit yang ditularkan, diteruskan oleh pangan. Dengan sendirinya penyakit yang disebabkan oleh hal ini berpengaruh sekali terhadap kesehatan khususnya status gizi masyarakat. Penyakit akibat pangan dalam hal ini yang terkontaminasi oleh mikroorganisme masih merupakan satu masalah khususnya demam tifoid yang menjadi fokus pembicaraan hari ini. Mungkin masalah penyakit demam tifoid kita kelompokkan dalam masalah lama dengan dimensi baru oleh karena demam tifoid yang sudah sangat dikenal sampai dengan kira-kira tahun tujuh-puluhan. Vaksinasi dengan demam tifoid itu secara periodik dilakukan terhadap semua golongan masyarakat, pada waktu itu sangat dikenal vaksinasi kotipa, kolera, tiphus dan parathypus. Sekitar tahun delapanpuluhan saya kira sudah dianggap tidak perlu lagi untuk mengadakan vaksinasi secara berkala, tetapi bagi mereka yang ingin bepergian ke luar negri sampai pertengahan tahun delapanpuluhan masih diharuskan mempunyai keterangan sudah mendapat vaksinasi kotipa. Ternyata dari hasil-hasil penelitian tahun sembilanpuluhan, demam tifoid masih belum hilang dalam arti menimbulkan masalah di dalam masyarakat.
Penelitian tentang Salmonellosis memang masih perlu dilakukan secara terus-menerus oleh karena penyakit Salmonellosis merupakan salah satu penyakit yang berakibat dari interaksi antara agent, host dan lingkungan. Sedangkan agent, dalam hal ini mikroorganisme seperti yang kita tahu, juga jasad hidup, jadi dia selalu menyesuaikan diri, mencoba survive dengan mengadakan adaptasi terhadap lingkungan. Disamping itu, manusia Indonesia sendiri juga berubah di lingkungan yang terus-menerus berubah. Saya kira gejala-gejala, tanda-tanda penyakit demam tifoid agak beda dengan pada tahun 60 sampai 70an. Pada tahun-tahun itu, feses dengan darah itu suatu gejala yang agak umum, terutama pada golongan sosial ekonomi rendah. Tapi sekarang jarang sekali terjadi, jadi dalam hal ini baik diagnosisnya maupun terapinya, maupun pencegahannya saya kira memang harus disesuaikan dengan perubahan mikroorganisme sendiri, host-nya dan lingkungan.
Singkatnya yang ingin saya kemukakan adalah bahwa hasil-hasil penelitian yang sekarang banyak dilakukan oleh institusi dengan cepatnya komunikasi dan cepatnya hasil penelitian menjadi kadaluarsa perlu diperhatikan sehingga tadi dikemukakan bahwa komunikasi antar peneliti itu perlu sekali secara rutin supaya kita khususnya di Indonesia jadi tidak ketinggalan dengan masalah yang ada di Indonesia sendiri kalau tidak dikomunikasikan antara kita sendiri. Dalam kaitan ini tadi bahwa sudah ada beberapa jejaring. Jadi niat untuk membuat satu jejaring dalam kaitan ini diusulkan salmonella net itu memang sangat membantu upaya kita mengurangi masalah dan kalau bisa mencegah masalah salmonellosis khususnya demam tifoid. Saya kira ini yang ingin saya kemukakan dan partisipasi saudara-saudara yang hadir disini sangat diharapkan agar tujuan dari seminar dan workshop ini dapat tercapai.
Terimakasih atas perhatian saudara-saudara.

Sambutan Ketua Panitia Seminar dan Workshop : Penyakit Akibat Pangan Salmonella spp. Jejaring Intelijen Pangan. Jejaring Kemanan Pangan
Ir. Dwi Nastiti Iswarawanti, MSc
Kepada yang terhormat :
Pjs. Direktur SEAMEO-TROPMED RCCN-UI, Prof. Dr. Soemilah Sastroamidjojo.
Environmental Health Advisor of WHO Indonesia, Mr. Jaan A. Speets.
Sekretaris Jejaring Keamanan Pangan yang dijabat Prof. Dr. Winiati Puji Rahayu, direktur Surveilan dan Promosi Keamanan Pangan BPOM.
Para nara sumber, peserta serta panitia seminar dan workshop jejaring intelijen pangan.

Very good morning,
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Salam sejahtera bagi kita semua.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan kesehatan yang diberikan sehingga kita dapat meneyelenggarakan kegiatan seminar dan workshop jejaring intelijen pangan.
Kegiatan ini merupakan pertemuan pertama Jejaring Keamanan Pangan di awal tahun 2004 ini. Kami ucapakan selamat tahun baru, semoga di tahun ini jejaring ini dapat lebih mewujudkan misi dan visinya pada masyarakat.
Acara hari ini merupakan pertemuan Jejaring Intelijen Pangan yang ke III. Dimana pertemuan I dilaksanakan pada tgl 8 Juli 2003 di Jakarta, yang ke II tgl 21 Oktober 2003 di gedung PPOM Jakarta.
Tema pertemuan yang kali ini diselenggarakan oleh SEAMEO ini adalah Bahaya Penyakit Akibat Pangan oleh Salmonella spp., dimana topik ini merupakan saran dari anggota jejaring. Berdasarakan survei WHO sekitar 15 juta kasus demam tifoid terjadi per tahun dan insiden per tahun 0.5% dari penduduk dunia. Karena itu sangatlah menarik untuk mengetahui masalah tifoid di Indonesia melalui seminar ini.
Harapan kami setelah pelaksanaan kegiatan seminar dan workshop ini adalah :
  • Kepedulian para stakeholder terhadap hasil-hasil penelitian samonella meningkat,
  • Jejaring mampu mengumpulkan dan mempresentasikan hasil penelitian salmonella,
  • Terbentuk suatu kegiatan bersama sejalan dengan misi jejaring intelijen yaitu surveillan khususnya tentang salmonella, dapat dikomunikasikan dan ditindaklanjuti.
Seminar dan workshop ini dihadiri oleh 80 peserta seminar yang berasal dari berbagai direktorat dari Departemen Kesehatan, Badan POM, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian & Perdagangan, Balai POM, Dinas Kesehatan, Universitas (IPB, Unpad, Unibraw, UGM, Undip, Unej, Unair, SEAMEO UI, Akademi Gizi), Pusat penelitian : Pusat Penelitian Kesehatan, Pusat penelitian Makanan, Pusat penelitian Hortikultura, Pusat Penelitian Obat dan Makanan, Industri (Unilever, Pangansari Utama) dan perwakilan FAO, WHO serta WFP.
Seperti yang telah kami sampaikan dalam daftar acara, beberapa topik salmonella dan penyakit akibat pangan lainnya yang akan disampaikan pada acara setengah hari seminar oleh beberapa nara sumber dari WHO, SEAMEO-TROPMED UI, BPOM, NAMRU, dan Kelompok Studi Tifoid Atmajaya.
Setelah diskusi seminar, akan dilanjutkan dengan pemberian informasi tentang mad cow disease, penyakit yang saat ini melanda sapi di AS dan kanada. Dan bagaimana pemerintah dan masyarakat harus menyikapinya. Akan disampaikan oleh Drh, Bachtiar Moerad, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Deptan RI.
Setelah seminar ditutup, akan dilaksanakan acara workshop, dimana peserta akan dibagi menjadi 3 kelompok kerja. Diharapkan hasil kerja kelompok ini dapat dipublikasikan pada masyarakat dan dapat digunakan oleh semua instansi terkait untuk memperbaiki masalah salmonella khususnya, meningkatkan keamanan pangan umumnya, sehingga tercapai « Safe Food for All », makanan yang aman bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Akhir kata, kami mengucapakan terimakasih pada Industry Council for development (ICD), suatu NGO yang mempunyai status resmi di bawah WHO, atas bantuan finansial bagi acara ini.
Kami mohon maklum bila penyelenggaraan kegiatan ini ada yang kurang berkenan. Kami juga, atas nama panitia mengucapkan terimakasih atas partisipasi, kontribusi dan bantuannya kepada para nara sumber, peserta dan panitia terutama yang bekerja di belakang meja, tanpa partisipasi saudara-saudari sekalian, tujuan kegiatan ini tidak akan tercapai dengan baik.
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Panitia Seminar & Workshop : Jejaring Intelijen Pangan

RINGKASAN PRESENTASI SEMINAR

FOOD BORNE DISEASE AND SALMONELLA DANGER
(Jan A. Speets, Advisor Environmental Health WHO)
Presentation component was divided into 2 topics which are : Global Outlook of Foodborne Diseases and WHO Global Salmonella Surveillance Program.
Global Outlook of Foodborne Disease (FBD)
Foodborne illness is diseases which are either infectious or toxic in nature, caused by agents that enter the body through ingestion of food. Food borne diseases remain responsible for high levels of morbidity and mortality in the general population, and particularly for at risk groups, such as infants and young children, the elderly and the immuno-compromised. Major FBD is caused by micro-organisms namely Salmonellosis, Campylobacter, and infections due to entero-haemorrhagic E.coli, listerosis and Cholera. While other food safety problems are from toxins, persistent organic pollutants in pesticides and metals. WHO directions in food safety covered activities namely promotion of in-country laboratory-based surveillance, expansion of global network to monitor chemical contamination, strengthening scientific basis for food safety activities, series of expert consultations to assess the safety and nutritional aspects of genetic foods.
Global Salmonella Survey (GSS)
GSS is Global Network of laboratories and individuals involved in isolation, identification and antimicrobial resistance testing of Salmonella. GSS was established in year 2000. GSS members are individual and institutions involved in Salmonella surveillance, serotyping, and anti-microbial resistance testing. GSS is supported by Centers for Disease Control and Prevention USA, Danish Veterinary Institution-DVI (Copenhagen), Institute Pasteur (Paris, France), Health Canada (Ottawa, Canada), Animal Science Group (Netherlands), WHO (Geneva, Switzerland).
The reason of GSS implementation is because of Salmonella is a foodborne pathogen that causes human illness around the world, and emerging anti-microbial resistance of Salmonella strains require a Global Approach. The objectives of WHO GSS are reducing the burden of foodborne disease by: strengthening foodborne disease surveillance systems; improving collaboration among microbiologists; fostering collaboration across human health, veterinary and food-related disciplines. GSS programs namely: Regional Training Courses; Electronic Discussion Group; External Quality Assurance System (EQAS); Country Databank and Reference Services. Strengths of GSS are increased communication on Salmonella between Countries-Epidemiologists-Microbiologists-Animal Health & Human Health sectors, enhanced laboratory capacities, evaluation of data quality (EQAS), and access to global Salmonella surveillance data through country data-bank. While the weakness of GSS are: lack of standardized data collection techniques, inability to ensure access to high-quality antisera for Salmonella serotyping, and less access to quality disks for antimicrobial susceptibility testing of Salmonella for GSS institutions. WHO has several future direction which are strengthen role of Regional centers; include other pathogens and lab methods, evaluate impact on epidemiological surveillance and outbreak detection, investigation and response capabilities; explore implementing a train the trainer approach; and provide global platform/conduct specific studies.

Kompilasi Kajian Penyakit Akibat Pangan, SEAMEO-TROPMED
1994-2003
(Rina Agustina-Achmad, ICD/SEAMEO-RCCN University of Indonesia)
Diawali dengan pernyataan FAO/WHO pada International Conference on Nutrition : World declaration on Nutrition, tahun 1992 yaitu : « ....memperoleh makanan yang cukup dan aman adalah hak setiap manusia », maka makanan aman untuk semua adalah tanggung bersama, dalam hal ini adalah pemerintah, industri dan konsumen itu sendiri.
Dalam pengetahuan, penelitian dan pengembangan, sebagai dasar dari pembagian tanggung jawab dari tiga komponen di atas, SEAMEO-TROPMED RCCN menyelenggarakan pelatihan bagi ahli gizi dan TOT bidang food safety di Indonesia dan South East Asian sejak tahun 1993 bekerja sama dengan ICD/WHO. Selain itu SEAMEO-RCCN juga mencoba mengintegrasikan Food Safety dalam salah satu kurikulum program Master of Science in Nutrition, memfasilitasi berbagai workshop keamanan pangan, dan menajdikan Food Safety sebagai salah satu research line sejak 1994.
Food safety research di SEAMEO-RCCN sejak tahun 1994 hingga 1997 secara garis besar mempunyai topik utama yang serupa yaitu tentang tinjauan mikrobiologis penyakit akibat pangan. Studi tentang cemaran kimiawi pada pangan dilakukan pada tahun 1998-1999. Sedangkan dua penelitian tentang diarrheal mangement dilakukan pada tahun 2000-2001. Topik lainnya yang berhubungan dengan food safety research yaitu studi pada konsumen dan kajian pada sistem surveilan FBD. Berikut adalah beberapa hasil penelitian tersebuat di atas.
Hasil penelitian oleh Usfar dkk (MSc student 1992-1994) dengan judul : « Bacterial food contamination and its impact on diarrhea and nutritional status of children 6 months to 2 years old », tidak menemukan hubungan kuat antara status nutrisi, beberapa perilaku beresiko dan faktor pada anak dengan episode diare. Namun demikian, perilaku higienis tetap harus ditingkatkan pada daerah penelitian (Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat).
Penelitian oleh Dao dkk (MSc student 1993-1995) tentang perbandingan kualitas mikrobiologi makanan diambil dari beberapa tempat yang berbeda, menunjukkan bahwa makanan jajanan memiliki kualitas mikrobiologis yang paling rendah dibanding rumah tangga dan restoran. Selain itu, dari hasil penelitian, bahwa makanan yang dihidangkan panas memiliki tingkat cemaran bakteri yang rendah, sedangkan makanan yang dihidangkan pada suhu ambient memiliki tingkat cemaran bakteri yang tinggi.
Penelitan lain tentang pemetaan kualitas mikrobiologis pada nasi rames dilakukan oleh MSc student (1995-1997) yaitu Agustin dkk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nasi rames kalio ayam, sayur, santan dan sambal memiliki persentase tertinggi untuk mengandung Aerobic Plate Count (APC) dan coliform melewati nilai batas maksimum yang diijinkan. Temuan lain menunjukkan bahwa cemaran akan semakin meningkat saat waktu lebih sore. Rekomendasi dari penelitian ini terutama terhadap perilaku higienis terhadap penanganan makanan, sanitasi lingkungan dan distribusi air merupakan faktor penting dalam kualitas makanan kaki lima.
Studi tentang GMF (Genetically Modified Foods) ini merupakan penelitian oleh Widyastuti dkk (MSc student, 2001-2003). Penelitian tentang persepsi ini berjudul : « Perception towards GMF among scientists in Bogor Agriculture Institute »,  hasil penelitian tersebut adalah 73.2% ilmuwan (scientist ) di IPB setuju dengan GMF dan mereka menunjukkan suatu keinginan untuk mencoba produk GMF. Saran dari subjek ini adalah membuat label pada produk GMF
Selain mahasiswa, staf SEAMEO-TROPMED juga melakukan penelitian mandiri diluar penelitian tesis. Salah satu contoh peneilitian tersebut yaitu : « Initial assessment of foodborne disease surveillance in selected area of Indonesia ». Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengidentifikasikan lembaga, struktur, sistem dan aktifitas apa saja yang sudah ada yang berhubungan dengan sistem surveilan FBD. Beberapa poin penting dari penelitian ini adalah : tiap sektor memiliki peran dan aktifitas yang berbeda berhubungan dengan FBD sepanjang rantai pangan ; sistem surveilan yang telah ada lebih memusatkan pada reporting dan recording, tanpa adanya analisa, feedback, dan tindakan yang memadai. Sistem surveilan belum digunakan untuk mencegah FBD ; sistem surveilan FBD tidak exist sebagai surveilan yang khusus tetapi melekat pada sistem surveilan terpadu yang sudah ada ; terdapat berbagai perbedaan pada sumber daya manusia yang dimiliki masing-masing sektor ; diagnosis development tidak pernah ditegakkan, FBD lebih sebagai suatu syndromic approach (diare dan keracunan makanan). Tim peneliti memberikan rekomendasi, antara lain : meningkatkan sistem surveilan dan jejaring surveillan FBD perlu dibangun untuk mengintegrasikan peran masing-masing sektor.

KAJIAN SALMONELLA sp. PADA PANGAN
(Winiati Pudji Rahayu, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, BPOM)
Salmonella masih menjadi penyebab yang terpenting. Terutama yang harus menjadi perhatian adalah Salmonella enteritidis dan Salmonella typhimurium. Bersama-sama dengan Clostridium botulinum dan E. Coli sering tercatat pada kasus-kasus penyakit karena pangan baik di negara industri maupun negara berkembang.
Data luar negri yaitu dari Jepang dan USA menunjukkan kontaminasi pangan berasal baik dari bahan pangan nabati maupun hewani. Keracuanan akibat Salmonella ini terjadi juga akibat mengkonsumsi pangan siap saji. Laporan lain menyebutkan penyebab kasus keracunan adalah dari bahan pangan yang telah disimpan di lemari pendingin untuk beberapa hari. Beberapa korban disebabkan bukan oleh konsumsi bahan pangan tersebut tetapi oleh kontaminasi silang dari tangan pekerja atau dari slicer yang digunakan untuk mengiris keju atau daging. Data dari dalam negri, Salmonella terdapat pada udang segar dan beku, jamu bubuk olahan industri dan jamu gendong, dan makanan jajanan.
Badan POM telah melaksanakan pilot project surveilan Salmonella pada sayur. Tujuan dari proyek ini adalah untuk mengevaluasi keberadaan Salmonella dan mutu mikrobiologi pada sayuran segar di tingkat petani, pedagang dan sayuran olahan ditingkat penjaja makanan siap saji. Hasil yang diperoleh menunjukkan rendahnya mutu mikrobiologi dan tingginya frekuensi Salmonella banyak disebabkan oleh proses penanganan yang kurang baik. Di tingkat pedagang, kontaminasi Salmonella dari wadah dan alat transportasi yang kurang memadai merupakan faktor penting dalam peningkatan jumlah mikroba. Selain itu Badan POM juga membuat pedoman surveilan Salmonella pada sayuran sebagai acuan pelaksanaan surveillan Salmonella pada sayuran. Berikut adalah tips untuk menghindari Salmonella, pertama : menghindari kontaminasi silang, menjaga sanitasi alat, ruang dan higiene pekerja dengan baik ; kedua : semua pangan harus dimasak dengan sempurna, perhatian harus diberikan pada daging/olahannya yang mempunyai ketebalan tertentu. Suhu internal setidaknya selama 15 detik. Ketiga : proses pendinginan dari 74oC hingga 5oC harus sudah tercapai dalam jangka waktu 6 jam, dan terakhir : pemanasan kembali harus dilakukan hingga suhu internal 74oC.
Keamanan pangan merupakan isu kesehatan masyarakat yang utama. Badan dunia, dalam hal ini WHO, mendesak negara-negara untuk melakukan integrasi program keamanan pangan, serta mengembangkan dan implementasi tindakan pencegahan yang sistematik dan berkelanjutan. Diharapkan dari kegiatan/kerjasama ini, penyakit asal pangan dapat menurun.

BEBAN PENYAKIT DEMAM TIFOID, SERTA SALMONELOSIS LAINNYA, BERDASARKAN HASIL SURVEILAN PASIF DI DUA KECAMATAN, JAKARTA UTARA, INDONESIA
(Narain H Punjabi, U.S Naval Medical Research Unit No. 2 Jakarta)
Pada dasawarsa 1980, Indonesia merupakan salah satu dari negara dengan angka kejadian demam tifoid yang tertinggi. Setiap tahun diperkirakan terdapat antara 600,000 hingga 1,300,000 kasus demam tifoid disertai 20,000 kematian per/tahun. Untuk mengevaluasi beban penyakit-penyakit demam tifoid, kholera serta shigellosis, dilakukan suatu surveilan pasif di dua kecamatan di Jakarta Utara yaitu kecamatan Koja dan Tanjung Priok.
Tujuan primer dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi angka kejadian demam enterik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi dan Salmonella paratyphy A, dan mengestimasi angka kejadian demam enterik berdasarkan kelompok umur. Tujuan sekundernya adalah menentukan pola resistensi bakteri terhadap antibiotika untuk Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi. Sedangkan tujuan tertiernya adalah meningkatkan kapabilitas surveilan dan meningkatkan kemampuan isolasi dan identifikasi dari laboratorium. Lokasi surveilan meliputi rumah sakit dan puskesmas yang berada di dua kecamatan tersebut. Hasil surveilan menunjukkan bahwa dari total pasien (21,848 orang), 52.5% adalah laki-laki. Sedangkan perbandingan dari segi umur, 72.4% adalah anak-anak (<20 tahun). Dalam kurun waktu Agustus 2001 sampai Juli 2003, sampel darah yang diambil dari 5,775 pasien, ternyata 348 (6.0%) positif demam enterik (Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A.). Bakteri penyebab salmonellosis yang lain ditemukan total 152.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini diantarnya adalah bahwa ekstrapolasi angka kejadian demam tifoid/enterik sebesar 99/105 penduduk/tahun, lebih rendah dari angka yang pernah dilaporkan sebelumnya, tetapi hasil ini diperoleh dari suatu penelitian surveilan pasif dengan subyek penelitian bebas/yang tak terikat. Tidak ada perbedaan berarti antara jenis kelamin kecuali untuk Salmonella spp. karena hanya satu kasus yang positif. Salmonella typhi lebih sering diisolasi (64%) dari anak-anak dan dewasa muda (kelompok umur <20 tahun). Bakteri Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A yang berhasil diisolasi menunjukkan pola resistensi yang minimal (<2%) terhadap obat-obatan yang lazim dipakai (first and second line antimicrobial drugs). Di Indonesia, khloramfenikol, ampicillin, trimethoprim/ sulfamethoxazole, dan juga masih mempunyai sensifitas yang bagus sekali terhadap norfloxacin, ciprofloxacin dan cetriaxone. Tetapi pola resistensi untuk kelompok Salmonellae non-tifoidal/yang lain, tidak lagi mengikuti pola yang sama dan mulai menunjukkan tingkat resistensiyang meningkat untuk antibiotika yang lazim dipakai di Indonesia.

(Sogianto Ali, Kelompok Studi TIFOID – University of Atmajaya)
Typhoid and Paratyphoid fever is still a major public health problem in developing world, also in Indonesia. An incidence of 357-810 per 100.000 population-years was reported before in Indonesia. Transmission of this disease was assumed as predominantly food-borne, also as water-borne disease as reported by some studies. This study was conducted to elucidate the transmission of enteric fever in an urban setting in Jakarta, Indonesia.
Jatinegara district in East Jakarta was selected as study area. There are 262.699 registered inhabitants lived in area of 10.6 km2. All patient with 3 days of fever of fever or more that come to the participating 12 puskesmas, 4 hospitals and 7 private health providers were blood cultured using aerobic bactec system (Becton-Dickinson, USA) free of charge. Cases were defined as culture positive for Salmonella typhi or Salmonella paratyphi A patient. Every second non-enteric fever patient (culture were negative or positive for other bacteria) was selected as a fever control. Cases and fever controls were subjected to household visits within 1 month after the blood culture. Randomly selected healthy controls from the community also visited during the whole study period in a ratio 1:4 to cases. All respondents were interviewed using a standardized questionnaire.
During study period between June 11th 2001 and February 4th 2003, 93 (44 male vs 49 female) cases, 289 (158 male vs 131 female) fever controls and 378 (168 male vs 215 female) healthy controls were interviewed. The consumption of iced drinks significantly associated with enteric fever. Lack of toilet in the household also associated with enteric fever. Less hand washing hygiene before eating, including less use of soap, was significantly associated with enteric fever, but the use of soap when washing hands after passing stools failed to show significance.
The incidence of enteric fever in Jakarta is still associated with food, especially the consumption of iced drinks. The provisions of safe drinking water, eg. tap water from faucets have protective effect. Good hygiene and sanitation also play a role in the transmission of enteric fever in Jakarta.

BOVINE SPONGIOFORM ENCEPHALOPATHY (BSE) – DAMPAK TERHADAP PEMBANGUANAN PETERNAKAN DITINJAU DARI KEBIJAKAN NASIONAL
(Bachtiar Moerad, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dirjen Bina Produksi Peternakan, Deptan RI)
Agen penyebab BSE atau lebih dikenal dengan nama penyakit sapi gila ini adalah sejenis protein prion (Prion Protein/PrP) atau proteinaceous infectious particle. Penyakit ini termasuk penyakit degenerasi syaraf yang hebat pada sapi dewasa dan bersifat fatal (fatal neurological disease).  Dan digolongkan ke dalam Transmissible Spongioform Encephalopathy (TSE), yaitu penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat ditandai dengan gejala hispatologik utama yaitu adanya degenerasi spongiosus atau terbentuknya lubang-lubang kosong pada sel otak. Penularannya melalui pemberian bahan baku pakan ternak yang terbuat dari tepung daging dan tulang (meat and bone meal/MBM) hewan penderita kepada hewan lain. Kejadian lebih banyak pada sapi perah karena cara pemberian pakan yang lebih banyak menggunakan MBM.
Gejala umum penyakit ini adalah penurunan berat badan dan produksi susu. Sedangkan gejala neurologisnya antara lain perubahan mental (ketakutan, gelisah, mudah terkejut), perubahan sikap (ataksia, tremor, tidak dapat bangun apabila jatuh, dan abnormalitas bentuk tubuh), perubahan sensasi (hiperaestesia) khususnya rangsangan, rabaan dan suara. Produk sapi (ruminansia) yang mengandung agen BSE dengan tingkat infektivitas tinggi yaitu otak, sumsum tulang belakang dan mata. Tingkat infektivitas sedang yaitu limpa, tonsil usus halus, usus besar, plasenta, dll. Sedangkan produk sapi dengan tingkat infektivitas rendah contohnya syaraf perifer, hati, paru, pankreas, sumsum tulang, timus dan mukosa nasal.
Penyebaran penyakit BSE di dunia dalam kurun waktu 1986 sampai 2003 sudah menyebar di 24 negara. Terakhir diperoleh data tahun 2003, BSE terdapat di negara Kanada dan Amerika Serikat. Volume impor daging sapi dari AS adalah 6.500 ton/tahun. Dampak meluasnya penyakit BSE di dunia terhadap industri daging di Indonesia, diantaranya adalah terbatasnya negara pemasok daging yang aman, posisi Indonesia sebagai negara pengimpor melemah. Selain itu peluang bangkitnya industri daging dalam negeri dan semakin memantapkan posisi industri daging unggas nasional.
Dalam hal ini pemerintah menetapkan kebijakan pencegahan masuknya penyakit BSE ke Indonesia melalui : kebijakan pengamanan maksimum (maximum security policy), pembatasan impor hewan dan produknya, dan pelarangan penggunaan konsentrat hewani. Indonesia saat ini merupakan negara yang bebas dari penyakit BSE ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian No : 367 tanggal 12 Desember 2002 tentang Pernyataan Negara Indonesia Tetap Bebas BSE. Status bebas BSE suatu negara merupakan aspek penting yang dituntut dalam perdagangan internasional. Upaya pemerintah mempertahankan status bebas BSE diantaranya adalah berkoordinasi dengan Karantina Hewan serta Bea dan Cukai, melanjutkan surveilan dengan pengamatan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium, meningkatkan kemampuan SDM lab melalui pelatihan diagnosa lab BSE, kerjasama dengan Depkes melaui kelompok kerja Transmissible Spongioform Encephalopathy ( POKJA TSE).

HASIL DISKUSI

Berikut ini rangkuman dari diskusi dalam seminar.  Moderator dalam diskusi ini adalah  Dr. Pratiwi Sudarmono, Sp.MK, PhD. Peserta yang memberikan komentar, informasi dan pertanyaan dalam diskusi ini adalah  Ani Mulaningsih (Balitbangkes), Fauzi Suherman (Depkes, sub direktorat higiene sanitasi makanan dan minuman), Kusmayadi (UNPAD), Badan Litbang Pertanian Hortikultura, Prof. Kapti Rahayu (UGM), Danayanti, dan Prof. Roostita (UNPAD)

Informasi yang berhubungan dengan keamanan pangan di beberapa lembaga
-          Pengambilan sampel pada penelitian yang dilakukan di Hanoi, Vietnam, dilakukan dengan mengelompokkan jenis makanannya terlebih dahulu. Sedangkan yang di Indonesia sampel dibagi 3 tipe, nasi, daging atau ayam, santan & sambal. Masing-masing makanan diperiksa sebagai single food kemudian baru dilakukan pengelompokan.
-          Kendala yang menyebabkan sampel dalam penelitian Salmonella sedikit dan tidak representatif adalah keterbatasan biaya.
-           Sampel gado-gado dalam penelitian yang dilakukan di Bogor (IPB) bisa tercemar oleh Salmonella karena berasal dari penjaja makanan yang umumnya tidak memperhatikan sanitasi dan higiene produk yang dijajakannya.   
-          Sampel sayuran dalam penelitian yang dilakukan di Bogor (IPB) diambil dari daerah Ciampea Bogor.  Sumber  cemaran Salmonella pada sayur berasal dari air untuk menyiram sayuran tersebut dan kuli/buruh angkut sayur yang duduk diatas sayur di mobil bak terbuka pada saat pengangkutan.
-          Badan POM tahun 2003  telah melaksanakan program nasional untuk industri rumah tangga pangan. Program ini melibatkan 26 balai POM, melatih petugas dinas kesehatan kabupaten kota sebagai penyuluh dan pengawas pangan dan juga melatih industri rumah tangga pangan. Pada tahun mendatang diharapkan dapat menangani bidang industri pangan siap saji, bersama-sama dengan P2MPL dan instansi terkait lainnya.
-          Menurut penelitian di seluruh dunia laki-laki lebih sering terkena Salmonellosis,  karena laki-laki lebih sering bekerja dan makan di luar rumah yang tidak terjamin kebersihannya. Tetapi berdasarkan dari daya tahan tubuh, wanita lebih berpeluang untuk terkena dampak yang lebih berat atau mendapat komplikasi dari demam tifoid.  Salah  satu teori (hipotesis/asumsi) yang menunjukkan hal tersebut adalah ketika Salmonella typhi  masuk ke sel-sel hati, maka hormon estrogen pada wanita akan bekerja lebih berat karena menangani 2 hal, sehingga menjadi lebih berat dibanding laki-laki.
-          Tindak lanjut dari kegiatan penelitian yang dilakukan pada kantin kampus-kampus dan sekolah-sekolah adalah mendatangi kampus-kampus dan sekolah-sekolah yang pernah diambil sampelnya untuk diberikan feedback sehingga bisa dibuat sebagai model untuk perbaikan infrastruktur, dilakukannya pelatihan-pelatihan, dan lain-lain
-          Produk susu aman terhadap BSE, sehingga Indonesia masih mengimpor dari negara-negara yang tertular BSE.
-          Perbedaan antara daging impor dan daging lokal :
o       Umumnya  daging impor lebih murah  
o       Bertanya kepada pedagang (karena pedagang umumnya jujur dalam hal ini),
o       Warna daging impor lebih kusam dan daging lokal lebih segar.
-          Tulang merupakan bagian dari specified risk material yang menyebabkan BSE, sehingga apapun yang berasal dari tulang harus disingkirkan dari food and feed chain.  

Saran-saran
-          Usulan untuk Badan POM (Prof.  Winiati Pudji Rahayu)  mengenai sumber cemaran biasanya berasal dari sumber pangannya, sumber cemaran dapat juga diketahui dengan melakukan survei terhadap penderita FBD sehingga akan bisa dilacak balik pangan apa saja yang kemungkinan menjadi sumber cemaran.
-          Penerapan sanitasi pada industri pangan terutama di tingkat industri rumah tangga kurang  baik, sehingga :
  1. Badan POM diharapkan membuat peraturan tentang pelaksanaan HACCP pada industri pangan yang berisiko tinggi.
  2. Pada standard pangan, perlu dicantumkan juga standard untuk Salmonella yang tidak hanya mensyaratkan total plate count saja.
  3. Badan POM perlu membuat perencanaan penelitian dengan mengacu pada data-data yang sudah ada untuk dilakukan di daerah lain.
  4. Pembentukan jaringan (networking) yang integral di seluruh wilayah di indonesia
-          Pemilihan topik materi presentasi untuk lokakarya JIP selanjutnya disesuaikan dengan data-data yang akan disampaikan sehingga data-data penelitian yang representatif bisa digunakan dalam penyusunan program

Kesimpulan :

1.      Kelemahan yang ada di Indonesia adalah tidak tersedianya data yang cukup baik tentang Salmonella. Sehingga perlu dilakukan penelitian dan surveilan untuk mendapatkan data epidemiologi yang mencakup wilayah yang lebih luas, atau bila perlu mencakup seluruh wilayah di Indonesia. Hal ini tentunya akan tercapai bila ada peran serta semua jajaran terkait (DEPKES) baik di setting community maupun rumah sakit. Sehingga semua lembaga bisa menempatkan diri dalam GSS program dan dapat dibuat mapping yang tepat, dimana data ini akan bisa di akses oleh siapa saja yang membutuhkan.
2.      Kelemahan-kelemahan ini tentunya harus segera ditindaklanjuti.
3.      Perlunya dibahas lebih lanjut tentang siapa yang akan menverifikasi data-data  yang ada tentang salmonella.
4.      Perlu ditegakkannya regulasi serta law enforcement, mengingat sangat lemahnya aspek ini terutama untuk law enforcement.
5.      Perlunya pendidikan tentang kesehatan di tingkat komunitas secara lebih dini

TINDAK LANJUT AKTIVITAS JEJARING INTELIJEN PANGAN

1.      Pertemuan lanjutan
o       Tempat : Aula ruang serbaguna Jl. Dipati Ukur, UNPAD Bandung
o       Waktu : Bulan Juli 2004
o       Usulan topik : Zoonosis
2.      Memaksimalkan kegiatan JIP dan menginformasikan kepada rekan-rekan lain yang belum dapat hadir
3.      Mengusulkan kepada masing-masing instansi untuk merencanakan aktivitas yang sesuai dengan aktivitas JIP
4.      Pendidikan terhadap konsumen
5.      Jejaring Promosi Keamanan Pangan akan banyak mengikuti aktivitas Jejaring Intelijen Pangan


RINGKASAN HASIL WORKSHOP
Kelompok I
Moderator      : Ir. Siti Muslimatun, MSc, PhD
Aktivitas :
·         Menyusun pokok-pokok isi seminar menjadi satu artikel
·         Merencanakan strategi mengkomunikasikan/mempublikasikan artikel tersebut
·         Menyempurnakan (mengedit) abstrak-abstrak penelitian yang telah diterima panitia
·         Menyusun abstrak-abstrak tersebut menjadi bahan publikasi
Metode : Participatory discussion
Peserta :
  1. Mukh. Arifin (UNDIP)
  2. Tatang (Dit  Gizi Masyarakat, Depkes)
  3. Setia Murni (Badan POM)
  4. Ruki F (Badan POM)
  5. Roosatita (Fapet UNPAD)
  6. Soegianto Ali (FKU Atmajaya)
  7. Fauzi (Sub dit Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman)
  8. AA. Nyoman MN  (Badan POM)
  9. Sorta (Depkes)
  10. Ellin Harlia (Fapet UNPAD)
  11. Kusmajadi S (UNPAD)
  12. Siti Muslimatun (SEAMEO)
  13. Dwi Nastiti Iswarawanti (SEAMEO)
  14. Nia N Wirawan (SEAMEO)

Topik artikel  yang disetujui :
‘Cemaran Salmonella pada Bahan Makanan, Dampak dan Penanggulangannya’

Dari topik tersebut akan disusun artikel dengan isi sebagai berikut :
No
Isi
Sumber referensi
1
Pengertian Salmonella dan Salmonellosis
Presentasi Narain+literature
2
Bahaya Salmonellosis
Presentasi Narain+literature
3
Salmonella pada sayuran segar
Presentasi Wini+Literature
4
Cemaran Salmonella pada daging
Presentasi Wini+Literature
5
Cemaran Salmonella pada telur, unggas
Presentasi Wini+Literature
6
Cemaran Salmonella pada produk olahnnya
Presentasi Wini+Literature
7
Salmonella mudah mencemari makanan dari awal hingga penyajian
Abstrak : Deteksi dan Isolasi Salmonella pada produk daging
8
Cara transmisi
Literatur
9
Upaya penggulangan
  1. Teknologi : Sanitasi alat, pekerja, ruang dan bahan
  2. Perbaikan sanitasi dan higiene perorangan
  3. Perbaikan infrastruktur : sewage system, sumber air bersih
  4. Penyuluhan kepada penjaja kaki lima secara periodik dan gratis
  5. CPPB-CRT
  6. Cara produksi makanan yang baik (CPMB) meliputi cara penanganan, pengolahan dan penyajian

10
Rekomendasi untuk :
  1. Konsumen, yaitu :peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bahaya Salmonella melalui perbaikan perilaku
  2. Pemerintah, yaitu :
-          Standardisasi
-          GMP
-          SSOP
-          Pengawasan
-          Pembinaan penjual kaki lima (contoh : pembuatan sentra kaki lima)
-          Pelatihan higiene sanitasi makanan bagi pengusaha dan penjamah makanan-minuman
-          Standard salmonella
-          Promosi keamanan pangan
-          Pemberian reward

Media Publikasi :
  1. Mailing list peserta Jejaring Intelijen Pangan
  2. Gizi net

Pembagian tugas untuk pembuatan artikel tersebut :
Bagian literatur :
1.        UNPAD : Literatur review tentang pengertian dan cara transmisi salmonellosis (point 1 dan 8)
2.        POM : Sumber-sumber cemaran pada sayur (point 3)
3.        UNDIP : Sumber-sumber cemaran pada daging, telur, unggas dan produk olahannya (point 4,5,6)
4.        FKU Atmajaya : Consequences of Salmonella contamination (point 2)
5.        SEAMEO : Cara penanggulangan dan peningkatan kesadaran (point 9 dan 10)

Deadline pengumpulan tugas : 2 minggu (20 Januari 2004)

Kelompok II
Moderator      : Dr. Rina Agustina-Ahmad, MSc
Aktivitas :
·         Identifikasi topik
·         Rencana proposal

Identifikasi topik :
  1. Street food
  2. Logam berat
  3. Mikotoxin
  4. Zat warna
  5. Eliminir bahaya Salmonella
·        Mapping Salmonellosis
·        Food handler
·        Pencegahan Salmonella PMATS
·        Resistensi Salmonella
·        Identifikasi
·        Cemaran Salmonella
·        Pembuatan vaksin Salmonella
·        Salmonella dan produk organik
·        Identifikasi cepat Salmonella

Fokus : Salmonella
1.      Eliminir bahaya Salmonella
Tujuan :
·         Menemukan metode efektif untuk mengeliminir Salmonella pada pangan beresiko.
·         Peran probiotik untuk mencegah Salmonellosis pada manusia
2.      Pembuatan vaksin Salmonella
Tujuan : produksi massal anti Salmonella
3.      Mapping Salmonella
Tujuan :
·        Mengetahui tingkat cemaran Salmonella pada makanan (studi epidemiologi)
·        Mendapat data akurat penyebaran Salmonella di Indonesia
4.      Salmonella & pangan organik
Tujuan : memastikan keamanan mikrobiologi pangan organik
5.      Identifikasi cepat Salmonella
Tujuan : identifikasi cepat Salmonellosis pada manusia.

Dari  5 topik tersebut di atas, dipilih sesuai kesepakatan anggota adalah Mapping Salmonella.

Sub fokus : Mapping Salmonella
Dibagi dalam 2 kelompok yang membahas mapping Salmonella pada pangan dan mapping Salmonella pada food handler. Setiap kelompok menetapkan tujuan, study design, subjek, lokasi, data koleksi dan funding sources.
·         Pada pangan
Tujuan : mengetahui angka cemaran Salmonella
·         Pada food handler
Tujuan :
o       Mendapat data akurat penyebaran Salmonella di Indonesia
o       Mengetahui besarnya jumlah food handler carrier Salmonella
o       Pencegahan penularan Salmonella

Kelompok Pangan :
Peserta :
1.      Prof. Kapti Rahayu (UGM)
2.      Ibu Dana (Depkes RI)
3.      Bpk Umam (Unibraw)
4.      Bpk Bambang (Unej)
5.      Ibu Ismirni (Dinkes Jabar)
6.      Ibu Daya ( BPOM)
7.      Ibu Darmawati Malik (BPOM)
8.      Bpk Dady Hidayat Maskar (SEAMEO-RCCN UI)
Study design           :     Rapid survey laboratorium.
Subjek                       :     Makanan siap saji (lokal/luar) ; non olahan (nabati ; hewani).
Daerah                      :     kabuapaten/kota di Indonesia (sample random sampling).
Data koleksi             :     field sampling (minimal 20 untuk 1 jenis) & laboratorium.
Data analysis           :     SPSS
Funding sources    :     WHO, FAO, SEAMEO, Pemkot/Pemda

Kelompok Food Handler :
Peserta :
·         Bpk Ahmad S (IPB-GMSK)
·         Bpk Endang (Depkes RI)
·         Ibu Noor Endah (Badan Litbang)
·         Ibu Diana (Badan Litbang)
·         Ibu Parwati (Badan Litbang)
·         Ibu Yunawati (SEAMEO-RCCN UI)
Study design           :     survei di beberapa propinsi. Target area : kabupaten,  Rumah Sakit daerah dan beberapa tempat pengolahan makanan.
Subjek                       :     penderita diare, thypus, enteric fever di Rumah Sakit ; food handler di beberapa tempat pengolahan makanan ; perusahaan makanan.
Cara sampling         :     data Rumah Sakit, Puskesmas, daerah wisata.
Lokasi                       :     kota dan desa di propoinsi : Surabaya, Yogyakarta, Bali, Medan, Ujung Pandang, Menado
Indikator                   :     sampel (swab rectal, tangan, darah)
Data analysis           :     SPSS
Funding sources    :     WHO
Institusi                     :     SEAMEO, Litbangkes, Perguruan Tinggi, P2M PLP