LAPORAN SEMINAR DAN WORKSHOP
JEJARING INTELIJEN PANGAN
(REPORT OF THE
SEMINAR AND WORKSHOP ON THE FOOD INTELLIGENCE NETWORK)
EXECUTIVE
SUMMARY
Seminar and workshop on the
Food Intelligence Network were held in Jakarta, January
6th, 2004. it was organized by
ICD/SEAMEO TROPMED Regional Center for Community Nutrition, University Indonesia and supported by the WHO
(World Health Organization) and Badan POM (the National Agency for Drug and
Food Control). A total of around 80 participants, excluding secretariat,
participated in the seminar, while 22 participants participated in the
workshop. The aims of the seminar and workshop were to increase the
stakeholder’s awareness toward the importance of research results about
Salmonella spp., to inform and present research results about food safety
especially Salmonella spp., to collect research results from network members in
the form abstracts; and to develop Salmonella-network.
The seminar and workshop was
officially opened by Prof. Dr. Soemilah Sastroamidjojo, Director of
SEAMEO-TROPMED RCCN-UI. In her welcoming message, she expected that willingness
to develop a Salmonella-network which is related to Salmonella can support and
help us to reduce and prevent Salmonellosis problems especially typhoid fever.
Salmonella is a foodborne
pathogen that causes human illness around the world, and emerging
anti-microbial resistance of Salmonella strains require a Global Approach (Jan
A Speets, WHO). Food safety research in SEAMEO-RCCN since 1994 to
1997 generally have main topic which is similar each other namely about
mikrobiologic reference due to food borne diseseases, Dr. Rina Agustina-Ahmad
(ICD/SEAMEO-RCCN UI) tried to compile several thesis research results as well
as staffs’ research result in her presentation. Food safety is one of primary
community health issue. WHO encourages countries to develop food safety
integration program and implementation sistematic prevention effort (Winiati
Pudji Rahayu, Badan POM). The incidence of enteric fever in Jakarta is still associated with
food, especially the consumption of iced drinks. Good hygiene and sanitation
also play a role in the transmission of enteric fever in Jakarta (Soegianto Ali,
University of Atmajaya). From the research conducted by NAMRU, it can be concluded that
incidence extrapolation number tifoid/enterik fever was 99/105
inhabitans/year, lower than the year before (Narain Punjabi).
The topic of the
next meeting will be zoonoses and organized by University of Padjajaran, Bandung in the first week of July 2004.
LATAR BELAKANG
Penyakit akibat
Pangan (PAP) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di
semua negara, termasuk Indonesia. WHO melaporkan bahwa
sebagai gejala utama dari PAP, diare menyebabkan kematian bagi 5 - 10 juta anak
balita per tahun di negara berkembang.
Diperkirakan sekitar 70 % kasus diare kemungkinan
disebabkan oleh pangan yang terkontaminasi.
Penyakit demam tifoid yang disebabkan oleh Salmonella thypii, suatu organisme invasif, menyerang manusia
dengan masuk ke dalam saluran pencernaan dan dapat masuk kedalam peredaran
darah, merupakan salah satu penyebab utama penyakit akibat pangan. Media penularan penyakit ini adalah pangan. Pangan mentah, telur, ikan, udang, daging
ternak, susu, salad mentega, cokelat,
gelatin dll adalah beberapa jenis pangan dimana sering ditemukan Salmonella spp. Kebiasaan hidup yang kurang bersih dan
dekatnya kontak antara limbah manusia dan sumber air minum seringkali menjadi
perantara terjadinya penyebaran penyakit ini.
Berdasarkan survei yang dilakukan WHO, sekitar 15 juta
kasus demam tifoid terjadi per tahun, dengan insidensi per tahun sebesar 0,5 %
dari penduduk dunia. Indonesia melaporkan angka kematian akibat demam tifoid
cukup tinggi. Seperti halnya negara berkembang lainnya, Indonesia memiliki
karakteristik perkembangan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang meningkat,
daerah kumuh yang cukup banyak di kota besar dan pengelolaan limbah manusia
yang kurang baik (dekatnya kontak antara limbah manusia dan pasokan air).
Pengetahuan mengenai penyakit akibat Pangan (PAP) di
Indonesia tidak lepas dari hasil penelitian berbagai pihak yang peduli terhadap
masalah ini. Banyak penelitian mengenai Salmonella spp. dan Salmonellosis yang
telah dilakukan dan menghasilkan informasi yang sangat penting bagi
masyarakat. Namun karena adanya missing link informasi, sampai saat ini bahaya Salmonella spp. dan kasus demam tifoid
belum banyak diketahui dan menjadi kesadaran umum, bahkan masih dianggap
sebagai hal yang biasa bago kebanyakan orang.
Komunikasi antara para peneliti dengan pihak lain
sebagai pemerhati kasus-kasus PAP, termasuk Salmonella
spp. secara rutin diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap bahaya demam tifoid, sehingga kasus penyakit ini di Indonesia dapat
dicegah.
TUJUAN
Tujuan lokakarya ini adalah:
- Meningkatkan kepedulian
para stakeholders
terhadap pentingnya hasil-hasil penelitian mengenai Salmonella spp.
- Menginformasikan dan mempresentasikan
hasil-hasil penelitian tentang keamanan pangan khususnya Salmonella spp.
- Mengumpulkan hasil
penelitian para anggota jejaring dalam bentuk abstrak
- Terbentuk Jaringan Salmonella-net
PELAKSANAAN
KEGIATAN
Waktu
Selasa, 6 Januari 2004
Tempat
Hotel Acacia, Ruangan Rose 1
Jl. Kramat Raya 73-81, Jakarta
10450
Telp. 021 390 3030
Kepanitiaan
DR. Ir. Siti Muslimatun, MSc
Dr. Rina Agustina-Ahmad, MSc
Ir. Dwi Nastiti, MSc
Evi Ermayani, STP
ICD/SEAMEO COOPERATIVE PROGRAM,
SEAMEO-TROPMED RCCN UI
Kampus UI Salemba Jl. Salemba Raya 4, Jakarta
Telp. 62-21-3913932, 3909205; Fax. 021 391 3933
e-mail :
icd@cbn.net.id
Jadwal
Acara
Waktu Program
08.00
– 09.00 Pendaftaran
dan rehat kopi
09.00 – 09.30 Sambutan
09.00 – 09.10 -
Sekretariat Jejaring Intelijen Pangan
09.10 – 09.20 - Direktur
SEAMEO-TROPMED RCCN UI
09.20
– 09.30 - Panitia Pelaksana
Seminar
09.30 – 12.00 Presentasi
& Diskusi
Moderator: Dr. Pratiwi
Sudarmono, Sp.MK, PhD
09.30 – 09.50 -
WHO Environmental Health Advisor
Ir. Jan A. Speets
Food Borne Disease and
Salmonella Danger: Global Outlook of FBD
and WHO Global Salmonella Surveillance Program
09.50 - 10. 10 - SEAMEO TROPMED RCCN-UI
Dr. Rina Agustina Ahmad, MSc
Kompilasi kajian “Penyakit Akibat Pangan” SEAMEO-TROPMED 1994-2003
10.10 – 10.30
- Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan
Pangan Badan POM RI
Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS
Kajian Salmonella
sp. pada Pangan
10.30 - 10.50
- NAMRU
Dr. Narain Punjabi, PhD
Beban penyakit demam tifoid,
serta Salmonelosis lainnya, berdasarkan hasil surveilan pasif di 2 kecamatan
Jakarta Utara, Indonesia
10.50 - 11.10
- Kelompok Studi TIFOID – Univ. Atmajaya
Dr. Soegianto Ali
Risk factors for enteric
fever in East Jakarta, Indonesia
11.10 -
11.50 Diskusi
10.50 – 12.00 -Direktur Kesehatan Masyarakat
Veeteriner
Deptan RI
Bovine
Spongioform Encephalopathy (BSE) – Dampak terhadap pembangunan peternakan
ditinjau dari kebijakan nasional
Drh. Bachtiar Moerad
12.00 – 13.00 Makan Siang
13.00 - 15.00 Workshop
Moderator kelompok I: Ir. Siti
Muslimatun, PhD
Moderator
kelompok II: Dr. Rina Agustina, MSc
PESERTA SEMINAR
DAN WORKSHOP (Lampiran 1)
Sambutan
Sekretariat Jejaring Intelijen Pangan
Prof. DR. Ir. Winiati Pudji
Rahayu, MS, Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI
Assalamu
a’laikum Warahmatullah Wabarakatuh
Terimakasih
kepada ICD SEAMEO untuk menjadi tuan rumah di acara Jejaring Keamanan Pangan.
Selanjutnya Bapak Jan Speet dari WHO. Bapak, ibu sekalian, para hadirin, tetamu
yang saya hormati.
Pada
kesempatan pagi hari ini, kita bertemu kembali dalam suatu forum Jejaring
Intelijen Pangan. Seperti kita ketahui bersama bahwa Jejaring Intelijen Pangan
kita dirikan bahwa kita mengetahui persis bahwa kegiatan intelijen dapat kita
lakukan bersama-sama untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Jejaring Intelijen
Pangan kalau kita lihat simbolnya disini bahwa ada tiga daun memang suatu
jejaring yang kita kembangkan dalam suatu jejaring sistem keamanan. Disini tiga
jaring yaitu yang pertama daun hijau itu jejaring intelijen pangan. Kemudian
jejaring yang orange adalah jejaring pengawasan pangan dan yang ketiga jejaring
yang biru adalah jejaring promosi keamanan pangan. Kami menganggap bahwa ketiga
jejaring ini merupakan cikal bakal atau merupakan suatu paduan aktivitas untuk keamanan
pangan agar kita dapat bekerja bersama-sama secara lebih efisien dan berhasil
guna di dalam bidang keamanan pangan. Kita tidak mungkin lagi sekarang ini
bekerja sendiri-sendiri untuk dapat mengatasi masalah keamanan pangan yang
sebegitu besarnya di Indonesia ini oleh karena itu kita design atau kembangkan
jejaring kerjasama ini sebagai wadah kita semua untuk saling dapat bekerja
sama.
Khususnya
untuk Jejaring Intelijen Pangan memang telah dikembangkan mulai atau sejak
tahun 2001 dan seperti tadi ibu Iis sampaikan bahwa untuk Jejaring Intelijen
Pangan kita telah mengadakan workshop dan juga seminar untuk yang ketiga
kalinya. Target kami dari sekretariat Jejaring Keamanan Pangan paling tidak dua
kali pertemuan seperti ini. Jadi seperti kita ketahui bersama bahwa pertemuan
pertama dan kedua pada waktu itu dilaksanakan di badan POM yang pertemuan
pertama sekaligus badan POM ditunjuk sebagai sekretariat Jejaring Intelijen
Pangan ini. Karena disini kami bekerja di dalam suatu jejaring yang sama-sama
saja kedududukannya, jadi tidak ada koordinantor tetapi diikat dalam suatu
koordinasi kesekretariatan.
Bapak
dan ibu sekalian tentunya didalam pertemuan kita yang kedua ini semoga
hasil-hasil diskusi kita menjadi suatu landasan yang berarti bagi kebijakan
kemanan pangan kita dimasa yang akan datang. Tentunya
nanti kegiatan-kegiatan serupa semoga dapat juga mengambil tempat dimana bapak
ibu berada. Kita untuk pertemuan ini melaksakannya secara bergiliran. Mungkin
sebagai informasi saja bahwa Universitas Pajajaran di Bandung sudah bersedia
untuk menjadi host berikutnya dan juga Unibraw di Malang sudah bersedia
menjadi untuk menjadi host berikutnya.
Topik-topik
mendatang, tentunya dapat kita diskusikan di akhir acara. Bapak dan ibu
sekalian, kegiatan Jejaring Intelijen Pangan selain mengadakan seminar dan
workshop seperti ini juga mengembangkan suatu program-program bersama anatara
lain program food watch yang merupakan program monitoring kegiatan
keamanan pangan. Jadi data-data yang diperoleh dari lembaga penelitian, lembaga
pengawasan maupun instansi perguruan tinggi dan lainnya ini akan kita
kumpulkan, kita olah, kita carikan bagaimana solusinya dan jalan keluarnya
untuk kemudian kita terbitkan dalam bentuk food watch, jadi sekarang
baru ada dua cikal bakal yang moga-moga 2004 ini dapat terbit. Kegiatan lainnya
kita usulkan atau kita sedang persiapkan selain dari newsletter dan juga
food watch tadi adalah kita mencoba mengembangkan program website untuk
dapat menampung segala informasi, jadi moga-moga dengan berjalannya waktu apa
yang menjadikan keinginan kita bersama tentunya dapat terealisasi berkat kerjasama
diantara kita semua.
Bapak
dan ibu sekali lagi saya mengajak bapak-bapak dan ibu yang hadir maupun yang
belum berkesempatan hadir pada kegiatan ini untuk marilah kita terus-menerus bersama
bersinergi mengerjakan program keamanan pangan nasional kita bersama-sama dan
akhir kata sekali lagi saya mengucapakan terimakasih atas perhatian bapak ibu
sekalian di dalam program Jaring Keamanan pangan Nasional ini. Demikian
terimakasih.
Wassalamu’alaikum
Warahmatullah Wabarakatuh.
Sambutan Direktur SEAMEO-TROPMED RCCN-UI Jakarta
Prof.
Dr. Soemilah Sastroamidjojo
Selamat
Pagi,
Bapak-bapak,
ibu-ibu dan saudara-saudara sekalian terimakasih atas kehadiran saudara-saudara
pada seminar workshop hari ini yang antara lain bertujuan menginformasikan
hasil-hasil penelitian tentang keamanan pangan khususnya Salmonellosis.
Penyakit
akibat pangan, tadi ibu Iis mengatakan istilahnya macam-macam, penyakit akibat
pangan, mungkin ada lagi istilahnya Food Borne Diseases, mungkin itu
masih berlaku juga. Jadi saya kira maksudnya semua sama adalah semua
penyakit-penyakit yang ditularkan, diteruskan oleh pangan. Dengan sendirinya
penyakit yang disebabkan oleh hal ini berpengaruh sekali terhadap kesehatan
khususnya status gizi masyarakat. Penyakit akibat pangan dalam hal ini yang
terkontaminasi oleh mikroorganisme masih merupakan satu masalah khususnya demam
tifoid yang menjadi fokus pembicaraan hari ini. Mungkin masalah penyakit demam
tifoid kita kelompokkan dalam masalah lama dengan dimensi baru oleh karena
demam tifoid yang sudah sangat dikenal sampai dengan kira-kira tahun tujuh-puluhan.
Vaksinasi dengan demam tifoid itu secara periodik dilakukan terhadap semua
golongan masyarakat, pada waktu itu sangat dikenal vaksinasi kotipa, kolera,
tiphus dan parathypus. Sekitar tahun delapanpuluhan saya kira sudah dianggap
tidak perlu lagi untuk mengadakan vaksinasi secara berkala, tetapi bagi mereka
yang ingin bepergian ke luar negri sampai pertengahan tahun delapanpuluhan
masih diharuskan mempunyai keterangan sudah mendapat vaksinasi kotipa. Ternyata
dari hasil-hasil penelitian tahun sembilanpuluhan, demam tifoid masih belum
hilang dalam arti menimbulkan masalah di dalam masyarakat.
Penelitian
tentang Salmonellosis memang masih perlu dilakukan secara terus-menerus oleh
karena penyakit Salmonellosis merupakan salah satu penyakit yang berakibat dari
interaksi antara agent, host dan lingkungan. Sedangkan agent,
dalam hal ini mikroorganisme seperti yang kita tahu, juga jasad hidup, jadi dia
selalu menyesuaikan diri, mencoba survive dengan mengadakan adaptasi
terhadap lingkungan. Disamping itu, manusia Indonesia sendiri juga berubah di
lingkungan yang terus-menerus berubah. Saya kira gejala-gejala, tanda-tanda penyakit
demam tifoid agak beda dengan pada tahun 60 sampai 70an. Pada tahun-tahun itu,
feses dengan darah itu suatu gejala yang agak umum, terutama pada golongan
sosial ekonomi rendah. Tapi sekarang jarang sekali terjadi, jadi dalam hal ini
baik diagnosisnya maupun terapinya, maupun pencegahannya saya kira memang harus
disesuaikan dengan perubahan mikroorganisme sendiri, host-nya dan
lingkungan.
Terimakasih
atas perhatian saudara-saudara.
Sambutan Ketua Panitia Seminar dan Workshop : Penyakit Akibat
Pangan Salmonella spp. Jejaring Intelijen Pangan. Jejaring Kemanan Pangan
Ir. Dwi
Nastiti Iswarawanti, MSc
Kepada
yang terhormat :
Pjs. Direktur SEAMEO-TROPMED RCCN-UI, Prof. Dr. Soemilah Sastroamidjojo.
Environmental Health Advisor of WHO Indonesia, Mr. Jaan A. Speets.
Sekretaris Jejaring Keamanan Pangan yang dijabat Prof. Dr. Winiati Puji
Rahayu, direktur Surveilan dan Promosi Keamanan Pangan BPOM.
Para nara sumber, peserta serta panitia seminar dan workshop jejaring
intelijen pangan.
Very
good morning,
Assalamu’alaikum
Warahmatullah Wabarakatuh
Salam
sejahtera bagi kita semua.
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan kesehatan yang
diberikan sehingga kita dapat meneyelenggarakan kegiatan seminar dan workshop
jejaring intelijen pangan.
Kegiatan
ini merupakan pertemuan pertama Jejaring Keamanan Pangan di awal tahun 2004
ini. Kami ucapakan selamat tahun baru, semoga di tahun ini jejaring ini dapat
lebih mewujudkan misi dan visinya pada masyarakat.
Acara
hari ini merupakan pertemuan Jejaring Intelijen Pangan yang ke III. Dimana pertemuan
I dilaksanakan pada tgl 8 Juli 2003 di Jakarta, yang ke II tgl 21 Oktober 2003
di gedung PPOM Jakarta.
Tema
pertemuan yang kali ini diselenggarakan oleh SEAMEO ini adalah Bahaya Penyakit
Akibat Pangan oleh Salmonella spp., dimana topik ini merupakan saran dari anggota
jejaring. Berdasarakan survei WHO sekitar 15 juta kasus demam tifoid terjadi
per tahun dan insiden per tahun 0.5% dari penduduk dunia. Karena itu sangatlah
menarik untuk mengetahui masalah tifoid di Indonesia melalui seminar ini.
Harapan
kami setelah pelaksanaan kegiatan seminar dan workshop ini adalah :
- Kepedulian para stakeholder terhadap hasil-hasil penelitian
samonella meningkat,
- Jejaring mampu mengumpulkan dan mempresentasikan hasil penelitian
salmonella,
- Terbentuk suatu kegiatan bersama sejalan dengan misi jejaring
intelijen yaitu surveillan khususnya tentang salmonella, dapat dikomunikasikan
dan ditindaklanjuti.
Seminar
dan workshop ini dihadiri oleh 80 peserta seminar yang berasal dari berbagai
direktorat dari Departemen Kesehatan, Badan POM, Departemen Pertanian,
Departemen Perindustrian & Perdagangan, Balai POM, Dinas Kesehatan,
Universitas (IPB, Unpad, Unibraw, UGM, Undip, Unej, Unair, SEAMEO UI, Akademi
Gizi), Pusat penelitian : Pusat Penelitian Kesehatan, Pusat penelitian
Makanan, Pusat penelitian Hortikultura, Pusat Penelitian Obat dan Makanan,
Industri (Unilever, Pangansari Utama) dan perwakilan FAO, WHO serta WFP.
Seperti
yang telah kami sampaikan dalam daftar acara, beberapa topik salmonella dan
penyakit akibat pangan lainnya yang akan disampaikan pada acara setengah hari
seminar oleh beberapa nara sumber dari WHO, SEAMEO-TROPMED UI, BPOM, NAMRU, dan
Kelompok Studi Tifoid Atmajaya.
Setelah
diskusi seminar, akan dilanjutkan dengan pemberian informasi tentang mad cow disease, penyakit yang saat ini
melanda sapi di AS dan kanada. Dan bagaimana pemerintah dan masyarakat harus menyikapinya.
Akan disampaikan oleh Drh, Bachtiar Moerad, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner
Deptan RI.
Setelah
seminar ditutup, akan dilaksanakan acara workshop, dimana peserta akan dibagi
menjadi 3 kelompok kerja. Diharapkan hasil kerja kelompok ini dapat
dipublikasikan pada masyarakat dan dapat digunakan oleh semua instansi terkait
untuk memperbaiki masalah salmonella khususnya, meningkatkan keamanan pangan
umumnya, sehingga tercapai « Safe Food for All », makanan yang
aman bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Akhir
kata, kami mengucapakan terimakasih pada Industry Council for development
(ICD), suatu NGO yang mempunyai status resmi di bawah WHO, atas bantuan
finansial bagi acara ini.
Kami
mohon maklum bila penyelenggaraan kegiatan ini ada yang kurang berkenan. Kami
juga, atas nama panitia mengucapkan terimakasih atas partisipasi, kontribusi
dan bantuannya kepada para nara sumber, peserta dan panitia terutama yang
bekerja di belakang meja, tanpa partisipasi saudara-saudari sekalian, tujuan
kegiatan ini tidak akan tercapai dengan baik.
Assalamu’alaikum
Warahmatullah Wabarakatuh.
Panitia
Seminar & Workshop : Jejaring Intelijen Pangan
RINGKASAN PRESENTASI SEMINAR
FOOD BORNE DISEASE AND SALMONELLA DANGER
(Jan A. Speets, Advisor Environmental Health WHO)
Presentation
component was divided into 2 topics which are : Global Outlook of
Foodborne Diseases and WHO Global Salmonella Surveillance Program.
Global Outlook of Foodborne Disease (FBD)
Foodborne
illness is diseases which are either infectious or toxic in nature, caused by agents that
enter the body through ingestion of food. Food borne diseases remain
responsible for high levels of morbidity and mortality in the general
population, and particularly for at risk groups, such as infants and young
children, the elderly and the immuno-compromised. Major FBD is caused by micro-organisms
namely Salmonellosis, Campylobacter, and infections due to entero-haemorrhagic E.coli,
listerosis and Cholera. While other food safety problems are from toxins, persistent
organic pollutants in pesticides and metals. WHO directions in food safety
covered activities namely promotion of in-country laboratory-based
surveillance, expansion of global network to monitor chemical contamination,
strengthening scientific basis for food safety activities, series of expert
consultations to assess the safety and nutritional aspects of genetic foods.
Global
Salmonella Survey (GSS)
GSS is Global Network of
laboratories and individuals involved in isolation, identification and
antimicrobial resistance testing of Salmonella. GSS was established in year
2000. GSS members are individual and institutions involved in Salmonella
surveillance, serotyping, and anti-microbial resistance testing. GSS is
supported by Centers for Disease Control and Prevention USA, Danish Veterinary
Institution-DVI (Copenhagen), Institute Pasteur (Paris, France), Health Canada
(Ottawa, Canada), Animal Science Group (Netherlands), WHO (Geneva,
Switzerland).
The reason of GSS
implementation is because of Salmonella is a foodborne pathogen that causes
human illness around the world, and emerging anti-microbial resistance of
Salmonella strains require a Global Approach. The objectives of WHO GSS are reducing
the burden of foodborne disease by: strengthening foodborne disease surveillance
systems; improving collaboration among microbiologists; fostering collaboration
across human health, veterinary and food-related disciplines. GSS programs
namely: Regional Training Courses; Electronic Discussion Group; External
Quality Assurance System (EQAS); Country Databank and Reference Services.
Strengths of GSS are increased communication on Salmonella between Countries-Epidemiologists-Microbiologists-Animal
Health & Human Health sectors, enhanced laboratory capacities, evaluation
of data quality (EQAS), and access to global Salmonella surveillance data
through country data-bank. While the weakness of GSS are: lack of standardized
data collection techniques, inability to ensure access to high-quality antisera
for Salmonella serotyping, and less access to quality disks for antimicrobial
susceptibility testing of Salmonella for GSS institutions. WHO has several
future direction which are strengthen role of Regional centers; include other
pathogens and lab methods, evaluate impact on epidemiological surveillance and
outbreak detection, investigation and response capabilities; explore
implementing a train the trainer approach; and provide global platform/conduct
specific studies.
Kompilasi Kajian Penyakit Akibat Pangan, SEAMEO-TROPMED
1994-2003
(Rina Agustina-Achmad, ICD/SEAMEO-RCCN University of Indonesia)
Diawali
dengan pernyataan FAO/WHO pada International Conference on Nutrition :
World declaration on Nutrition, tahun 1992 yaitu :
« ....memperoleh makanan yang cukup dan aman adalah hak setiap manusia »,
maka makanan aman untuk semua adalah tanggung bersama, dalam hal ini adalah
pemerintah, industri dan konsumen itu sendiri.
Dalam
pengetahuan, penelitian dan pengembangan, sebagai dasar dari pembagian tanggung
jawab dari tiga komponen di atas, SEAMEO-TROPMED RCCN menyelenggarakan
pelatihan bagi ahli gizi dan TOT bidang food safety di Indonesia dan South East
Asian sejak tahun 1993 bekerja sama dengan ICD/WHO. Selain itu SEAMEO-RCCN juga
mencoba mengintegrasikan Food Safety dalam salah satu kurikulum program Master
of Science in Nutrition, memfasilitasi berbagai workshop keamanan pangan,
dan menajdikan Food Safety sebagai salah satu research line sejak
1994.
Food
safety research di SEAMEO-RCCN sejak tahun 1994 hingga 1997 secara
garis besar mempunyai topik utama yang serupa yaitu tentang tinjauan
mikrobiologis penyakit akibat pangan. Studi tentang cemaran kimiawi pada pangan
dilakukan pada tahun 1998-1999. Sedangkan dua penelitian tentang diarrheal
mangement dilakukan pada tahun 2000-2001. Topik lainnya yang berhubungan
dengan food safety research yaitu studi pada konsumen dan kajian pada
sistem surveilan FBD. Berikut adalah beberapa hasil penelitian tersebuat di
atas.
Hasil
penelitian oleh Usfar dkk (MSc student 1992-1994) dengan judul : « Bacterial
food contamination and its impact on diarrhea and nutritional status of
children 6 months to 2 years old », tidak menemukan hubungan kuat
antara status nutrisi, beberapa perilaku beresiko dan faktor pada anak dengan
episode diare. Namun demikian, perilaku higienis tetap harus ditingkatkan pada
daerah penelitian (Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat).
Penelitian
oleh Dao dkk (MSc student 1993-1995) tentang perbandingan kualitas mikrobiologi
makanan diambil dari beberapa tempat yang berbeda, menunjukkan bahwa makanan
jajanan memiliki kualitas mikrobiologis yang paling rendah dibanding rumah
tangga dan restoran. Selain itu, dari hasil penelitian, bahwa makanan yang
dihidangkan panas memiliki tingkat cemaran bakteri yang rendah, sedangkan
makanan yang dihidangkan pada suhu ambient memiliki tingkat cemaran
bakteri yang tinggi.
Penelitan
lain tentang pemetaan kualitas mikrobiologis pada nasi rames dilakukan oleh MSc
student (1995-1997) yaitu Agustin dkk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
nasi rames kalio ayam, sayur, santan dan sambal memiliki persentase tertinggi
untuk mengandung Aerobic Plate Count (APC) dan coliform melewati nilai
batas maksimum yang diijinkan. Temuan lain menunjukkan bahwa cemaran akan
semakin meningkat saat waktu lebih sore. Rekomendasi dari penelitian ini
terutama terhadap perilaku higienis terhadap penanganan makanan, sanitasi
lingkungan dan distribusi air merupakan faktor penting dalam kualitas makanan
kaki lima.
Studi
tentang GMF (Genetically Modified Foods) ini merupakan penelitian oleh
Widyastuti dkk (MSc student, 2001-2003). Penelitian tentang persepsi ini
berjudul : « Perception towards GMF among scientists in Bogor
Agriculture Institute », hasil
penelitian tersebut adalah 73.2% ilmuwan (scientist )
di IPB setuju dengan GMF dan mereka menunjukkan suatu keinginan untuk mencoba
produk GMF. Saran dari subjek ini adalah membuat label pada produk GMF
Selain
mahasiswa, staf SEAMEO-TROPMED juga melakukan penelitian mandiri diluar
penelitian tesis. Salah satu contoh peneilitian tersebut yaitu : « Initial
assessment of foodborne disease surveillance in selected area of Indonesia ».
Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengidentifikasikan lembaga, struktur,
sistem dan aktifitas apa saja yang sudah ada yang berhubungan dengan sistem surveilan
FBD. Beberapa poin penting dari penelitian ini adalah : tiap sektor
memiliki peran dan aktifitas yang berbeda berhubungan dengan FBD sepanjang rantai
pangan ; sistem surveilan yang telah ada lebih memusatkan pada reporting
dan recording, tanpa adanya analisa, feedback, dan tindakan yang
memadai. Sistem surveilan belum digunakan untuk mencegah FBD ; sistem surveilan
FBD tidak exist sebagai surveilan yang khusus tetapi melekat pada sistem surveilan
terpadu yang sudah ada ; terdapat berbagai perbedaan pada sumber daya manusia
yang dimiliki masing-masing sektor ; diagnosis development tidak
pernah ditegakkan, FBD lebih sebagai suatu syndromic approach (diare dan
keracunan makanan). Tim peneliti memberikan rekomendasi, antara lain :
meningkatkan sistem surveilan dan jejaring surveillan FBD perlu dibangun untuk
mengintegrasikan peran masing-masing sektor.
KAJIAN SALMONELLA sp. PADA PANGAN
(Winiati Pudji Rahayu, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan
Pangan, BPOM)
Salmonella
masih menjadi penyebab yang terpenting. Terutama yang harus menjadi perhatian adalah
Salmonella enteritidis dan Salmonella typhimurium. Bersama-sama
dengan Clostridium botulinum dan E. Coli sering tercatat pada
kasus-kasus penyakit karena pangan baik di negara industri maupun negara
berkembang.
Data
luar negri yaitu dari Jepang dan USA menunjukkan kontaminasi pangan berasal
baik dari bahan pangan nabati maupun hewani. Keracuanan akibat Salmonella ini
terjadi juga akibat mengkonsumsi pangan siap saji. Laporan lain menyebutkan
penyebab kasus keracunan adalah dari bahan pangan yang telah disimpan di lemari
pendingin untuk beberapa hari. Beberapa korban disebabkan bukan oleh konsumsi
bahan pangan tersebut tetapi oleh kontaminasi silang dari tangan pekerja atau
dari slicer yang digunakan untuk mengiris keju atau daging. Data dari dalam
negri, Salmonella terdapat pada udang segar dan beku, jamu bubuk olahan
industri dan jamu gendong, dan makanan jajanan.
Badan
POM telah melaksanakan pilot project surveilan Salmonella pada sayur.
Tujuan dari proyek ini adalah untuk mengevaluasi keberadaan Salmonella dan mutu
mikrobiologi pada sayuran segar di tingkat petani, pedagang dan sayuran olahan
ditingkat penjaja makanan siap saji. Hasil yang diperoleh menunjukkan rendahnya
mutu mikrobiologi dan tingginya frekuensi Salmonella banyak disebabkan oleh
proses penanganan yang kurang baik. Di tingkat pedagang, kontaminasi Salmonella
dari wadah dan alat transportasi yang kurang memadai merupakan faktor penting
dalam peningkatan jumlah mikroba. Selain itu Badan POM juga membuat pedoman
surveilan Salmonella pada sayuran sebagai acuan pelaksanaan surveillan
Salmonella pada sayuran. Berikut adalah tips untuk menghindari Salmonella,
pertama : menghindari kontaminasi silang, menjaga sanitasi alat, ruang dan
higiene pekerja dengan baik ; kedua : semua pangan harus dimasak
dengan sempurna, perhatian harus diberikan pada daging/olahannya yang mempunyai
ketebalan tertentu. Suhu internal setidaknya selama 15 detik. Ketiga :
proses pendinginan dari 74oC hingga 5oC harus sudah
tercapai dalam jangka waktu 6 jam, dan terakhir : pemanasan kembali harus
dilakukan hingga suhu internal 74oC.
Keamanan
pangan merupakan isu kesehatan masyarakat yang utama. Badan dunia, dalam hal
ini WHO, mendesak negara-negara untuk melakukan integrasi program keamanan
pangan, serta mengembangkan dan implementasi tindakan pencegahan yang
sistematik dan berkelanjutan. Diharapkan dari kegiatan/kerjasama ini, penyakit
asal pangan dapat menurun.
BEBAN PENYAKIT DEMAM TIFOID, SERTA SALMONELOSIS LAINNYA, BERDASARKAN
HASIL SURVEILAN PASIF DI DUA KECAMATAN, JAKARTA UTARA, INDONESIA
(Narain H Punjabi, U.S Naval Medical Research Unit No. 2 Jakarta)
Pada
dasawarsa 1980, Indonesia merupakan salah satu dari negara dengan angka
kejadian demam tifoid yang tertinggi. Setiap tahun diperkirakan terdapat antara
600,000 hingga 1,300,000 kasus demam tifoid disertai 20,000 kematian per/tahun.
Untuk mengevaluasi beban penyakit-penyakit demam tifoid, kholera serta
shigellosis, dilakukan suatu surveilan pasif di dua kecamatan di Jakarta Utara
yaitu kecamatan Koja dan Tanjung Priok.
Tujuan
primer dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi angka kejadian demam
enterik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphy A, dan mengestimasi angka kejadian demam enterik berdasarkan
kelompok umur. Tujuan sekundernya adalah menentukan pola resistensi bakteri
terhadap antibiotika untuk Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi.
Sedangkan tujuan tertiernya adalah meningkatkan kapabilitas surveilan dan
meningkatkan kemampuan isolasi dan identifikasi dari laboratorium. Lokasi surveilan
meliputi rumah sakit dan puskesmas yang berada di dua kecamatan tersebut. Hasil
surveilan menunjukkan bahwa dari total pasien (21,848 orang), 52.5% adalah
laki-laki. Sedangkan perbandingan dari segi umur, 72.4% adalah anak-anak
(<20 tahun). Dalam kurun waktu Agustus 2001 sampai Juli 2003, sampel darah
yang diambil dari 5,775 pasien, ternyata 348 (6.0%) positif demam enterik (Salmonella
typhi dan Salmonella paratyphi A.). Bakteri penyebab salmonellosis yang
lain ditemukan total 152.
Kesimpulan
yang diperoleh dari penelitian ini diantarnya adalah bahwa ekstrapolasi angka
kejadian demam tifoid/enterik sebesar 99/105 penduduk/tahun, lebih
rendah dari angka yang pernah dilaporkan sebelumnya, tetapi hasil ini diperoleh
dari suatu penelitian surveilan pasif dengan subyek penelitian bebas/yang tak
terikat. Tidak ada perbedaan berarti antara jenis kelamin kecuali untuk Salmonella
spp. karena hanya satu kasus yang positif. Salmonella typhi lebih
sering diisolasi (64%) dari anak-anak dan dewasa muda (kelompok umur <20
tahun). Bakteri Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A yang
berhasil diisolasi menunjukkan pola resistensi yang minimal (<2%) terhadap
obat-obatan yang lazim dipakai (first and second line antimicrobial drugs).
Di Indonesia, khloramfenikol, ampicillin, trimethoprim/ sulfamethoxazole, dan
juga masih mempunyai sensifitas yang bagus sekali terhadap norfloxacin,
ciprofloxacin dan cetriaxone. Tetapi pola resistensi untuk kelompok Salmonellae
non-tifoidal/yang lain, tidak lagi mengikuti pola yang sama dan mulai
menunjukkan tingkat resistensiyang meningkat untuk antibiotika yang lazim
dipakai di Indonesia.
(Sogianto
Ali, Kelompok Studi TIFOID – University of Atmajaya)
Typhoid and Paratyphoid fever
is still a major public health problem in developing world, also in Indonesia. An incidence of 357-810 per
100.000 population-years was reported before in Indonesia. Transmission of this
disease was assumed as predominantly food-borne, also as water-borne disease as
reported by some studies. This study was conducted to elucidate the transmission
of enteric fever in an urban setting in Jakarta, Indonesia.
Jatinegara district in East Jakarta was selected as study area.
There are 262.699 registered inhabitants lived in area of 10.6 km2. All patient
with 3 days of fever of fever or more that come to the participating 12
puskesmas, 4 hospitals and 7 private health providers were blood cultured using
aerobic bactec system (Becton-Dickinson, USA) free of charge. Cases were
defined as culture positive for Salmonella typhi or Salmonella paratyphi A patient. Every second non-enteric fever patient (culture
were negative or positive for other bacteria) was selected as a fever control.
Cases and fever controls were subjected to household visits within 1 month
after the blood culture. Randomly selected healthy controls from the community
also visited during the whole study period in a ratio 1:4 to cases. All
respondents were interviewed using a standardized questionnaire.
During study period between
June 11th 2001 and February 4th 2003, 93 (44 male vs 49
female) cases, 289 (158 male vs 131 female) fever controls and 378 (168 male vs
215 female) healthy controls were interviewed. The consumption of iced drinks
significantly associated with enteric fever. Lack of toilet in the household
also associated with enteric fever. Less hand washing hygiene before eating,
including less use of soap, was significantly
associated with enteric fever, but the use of soap when washing hands after
passing stools failed to show significance.
The incidence of enteric
fever in Jakarta is still associated with food, especially the
consumption of iced drinks. The provisions of safe drinking water, eg. tap water from faucets have protective effect. Good hygiene
and sanitation also play a role in the transmission of enteric fever in
Jakarta.
BOVINE SPONGIOFORM ENCEPHALOPATHY (BSE) – DAMPAK TERHADAP PEMBANGUANAN
PETERNAKAN DITINJAU DARI KEBIJAKAN NASIONAL
(Bachtiar Moerad, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dirjen Bina
Produksi Peternakan, Deptan RI)
Agen
penyebab BSE atau lebih dikenal dengan nama penyakit sapi gila ini adalah
sejenis protein prion (Prion Protein/PrP) atau proteinaceous infectious
particle. Penyakit ini termasuk penyakit degenerasi syaraf yang hebat pada
sapi dewasa dan bersifat fatal (fatal neurological disease). Dan digolongkan ke dalam Transmissible
Spongioform Encephalopathy (TSE), yaitu penyakit yang menyerang susunan
syaraf pusat ditandai dengan gejala hispatologik utama yaitu adanya degenerasi
spongiosus atau terbentuknya lubang-lubang kosong pada sel otak. Penularannya
melalui pemberian bahan baku pakan ternak yang terbuat dari tepung daging dan
tulang (meat and bone meal/MBM) hewan penderita kepada hewan lain.
Kejadian lebih banyak pada sapi perah karena cara pemberian pakan yang lebih
banyak menggunakan MBM.
Gejala
umum penyakit ini adalah penurunan berat badan dan produksi susu. Sedangkan
gejala neurologisnya antara lain perubahan mental (ketakutan, gelisah, mudah
terkejut), perubahan sikap (ataksia, tremor, tidak dapat bangun apabila jatuh,
dan abnormalitas bentuk tubuh), perubahan sensasi (hiperaestesia) khususnya
rangsangan, rabaan dan suara. Produk sapi (ruminansia) yang mengandung agen BSE
dengan tingkat infektivitas tinggi yaitu otak, sumsum tulang belakang dan mata.
Tingkat infektivitas sedang yaitu limpa, tonsil usus halus, usus besar,
plasenta, dll. Sedangkan produk sapi dengan tingkat infektivitas rendah contohnya
syaraf perifer, hati, paru, pankreas, sumsum tulang, timus dan mukosa nasal.
Penyebaran
penyakit BSE di dunia dalam kurun waktu 1986 sampai 2003 sudah menyebar di 24
negara. Terakhir diperoleh data tahun 2003, BSE terdapat di negara Kanada dan
Amerika Serikat. Volume impor daging sapi dari AS adalah 6.500 ton/tahun.
Dampak meluasnya penyakit BSE di dunia terhadap industri daging di Indonesia,
diantaranya adalah terbatasnya negara pemasok daging yang aman, posisi
Indonesia sebagai negara pengimpor melemah. Selain itu peluang bangkitnya
industri daging dalam negeri dan semakin memantapkan posisi industri daging
unggas nasional.
Dalam
hal ini pemerintah menetapkan kebijakan pencegahan masuknya penyakit BSE ke
Indonesia melalui : kebijakan pengamanan maksimum (maximum security
policy), pembatasan impor hewan dan produknya, dan pelarangan penggunaan
konsentrat hewani. Indonesia saat ini merupakan negara yang bebas dari penyakit
BSE ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian No : 367 tanggal 12
Desember 2002 tentang Pernyataan Negara Indonesia Tetap Bebas BSE. Status bebas
BSE suatu negara merupakan aspek penting yang dituntut dalam perdagangan
internasional. Upaya pemerintah mempertahankan status bebas BSE diantaranya
adalah berkoordinasi dengan Karantina Hewan serta Bea dan Cukai, melanjutkan surveilan
dengan pengamatan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium, meningkatkan
kemampuan SDM lab melalui pelatihan diagnosa lab BSE, kerjasama dengan Depkes
melaui kelompok kerja Transmissible Spongioform Encephalopathy ( POKJA TSE).
HASIL DISKUSI
Berikut ini rangkuman dari diskusi dalam seminar. Moderator dalam diskusi ini adalah Dr. Pratiwi Sudarmono,
Sp.MK, PhD. Peserta yang memberikan komentar,
informasi dan pertanyaan dalam diskusi ini adalah Ani Mulaningsih (Balitbangkes), Fauzi Suherman
(Depkes, sub direktorat higiene sanitasi makanan dan minuman), Kusmayadi
(UNPAD), Badan Litbang Pertanian Hortikultura, Prof. Kapti Rahayu (UGM),
Danayanti, dan Prof. Roostita (UNPAD)
Informasi yang berhubungan dengan keamanan pangan di
beberapa lembaga
-
Pengambilan sampel pada
penelitian yang dilakukan di Hanoi, Vietnam, dilakukan dengan mengelompokkan
jenis makanannya terlebih dahulu. Sedangkan yang di Indonesia sampel dibagi 3
tipe, nasi, daging atau ayam, santan & sambal. Masing-masing makanan
diperiksa sebagai single food kemudian baru dilakukan pengelompokan.
-
Kendala yang menyebabkan
sampel dalam penelitian Salmonella sedikit dan tidak representatif adalah keterbatasan
biaya.
-
Sampel gado-gado dalam penelitian yang dilakukan
di Bogor (IPB) bisa tercemar oleh Salmonella karena berasal dari penjaja
makanan yang umumnya tidak memperhatikan sanitasi dan higiene produk yang
dijajakannya.
-
Sampel sayuran dalam
penelitian yang dilakukan di Bogor (IPB) diambil dari daerah Ciampea Bogor. Sumber cemaran Salmonella pada sayur berasal dari air
untuk menyiram sayuran tersebut dan kuli/buruh angkut sayur yang duduk diatas
sayur di mobil bak terbuka pada saat
pengangkutan.
-
Badan POM tahun 2003 telah melaksanakan program nasional untuk industri
rumah tangga pangan. Program ini melibatkan 26 balai POM, melatih petugas dinas
kesehatan kabupaten kota sebagai penyuluh dan pengawas pangan dan juga melatih
industri rumah tangga pangan. Pada tahun mendatang diharapkan dapat menangani bidang
industri pangan siap saji, bersama-sama dengan P2MPL dan instansi terkait
lainnya.
-
Menurut penelitian di
seluruh dunia laki-laki lebih sering terkena Salmonellosis, karena laki-laki lebih sering bekerja dan
makan di luar rumah yang tidak terjamin kebersihannya. Tetapi berdasarkan dari
daya tahan tubuh, wanita lebih berpeluang untuk terkena dampak yang lebih berat
atau mendapat komplikasi dari demam tifoid.
Salah satu teori
(hipotesis/asumsi) yang menunjukkan hal tersebut adalah ketika Salmonella typhi
masuk ke sel-sel hati, maka hormon
estrogen pada wanita akan bekerja lebih berat karena menangani 2 hal, sehingga
menjadi lebih berat dibanding laki-laki.
-
Tindak lanjut dari kegiatan
penelitian yang dilakukan pada kantin kampus-kampus dan sekolah-sekolah adalah
mendatangi kampus-kampus dan sekolah-sekolah yang pernah diambil sampelnya
untuk diberikan feedback sehingga bisa dibuat sebagai model untuk
perbaikan infrastruktur, dilakukannya pelatihan-pelatihan, dan lain-lain
-
Produk susu aman terhadap
BSE, sehingga Indonesia masih mengimpor dari negara-negara yang tertular BSE.
-
Perbedaan antara daging
impor dan daging lokal :
o
Umumnya daging impor lebih murah
o
Bertanya kepada pedagang (karena pedagang umumnya jujur dalam hal ini),
o
Warna daging impor lebih kusam dan daging lokal lebih segar.
-
Tulang merupakan bagian
dari specified risk material yang menyebabkan BSE, sehingga apapun yang
berasal dari tulang harus disingkirkan dari food and feed chain.
Saran-saran
-
Usulan untuk Badan POM
(Prof. Winiati Pudji Rahayu) mengenai sumber cemaran biasanya berasal dari
sumber pangannya, sumber cemaran dapat juga diketahui dengan melakukan survei
terhadap penderita FBD sehingga akan bisa dilacak balik pangan apa saja yang
kemungkinan menjadi sumber cemaran.
-
Penerapan sanitasi pada
industri pangan terutama di tingkat industri rumah tangga kurang baik, sehingga :
- Badan POM diharapkan membuat peraturan tentang pelaksanaan HACCP
pada industri pangan yang berisiko tinggi.
- Pada standard pangan, perlu dicantumkan juga standard untuk
Salmonella yang tidak hanya mensyaratkan total plate count saja.
- Badan POM perlu membuat perencanaan penelitian dengan mengacu pada
data-data yang sudah ada untuk dilakukan di daerah lain.
- Pembentukan jaringan (networking) yang integral di seluruh
wilayah di indonesia
-
Pemilihan topik materi
presentasi untuk lokakarya JIP selanjutnya disesuaikan dengan data-data yang
akan disampaikan sehingga data-data penelitian yang representatif bisa
digunakan dalam penyusunan program
Kesimpulan :
1.
Kelemahan yang ada di Indonesia adalah tidak tersedianya data yang cukup
baik tentang Salmonella. Sehingga perlu dilakukan penelitian dan surveilan untuk
mendapatkan data epidemiologi yang mencakup wilayah yang lebih luas, atau bila
perlu mencakup seluruh wilayah di Indonesia. Hal ini tentunya akan tercapai
bila ada peran serta semua jajaran terkait (DEPKES) baik di setting
community maupun rumah sakit. Sehingga semua lembaga bisa menempatkan diri
dalam GSS program dan dapat dibuat mapping yang tepat, dimana data ini akan
bisa di akses oleh siapa saja yang membutuhkan.
2.
Kelemahan-kelemahan ini tentunya harus segera ditindaklanjuti.
3.
Perlunya dibahas lebih lanjut tentang siapa yang akan menverifikasi
data-data yang ada tentang salmonella.
4.
Perlu ditegakkannya regulasi serta law enforcement, mengingat
sangat lemahnya aspek ini terutama untuk law enforcement.
5.
Perlunya pendidikan tentang kesehatan di tingkat komunitas secara lebih
dini
TINDAK LANJUT AKTIVITAS JEJARING INTELIJEN PANGAN
1.
Pertemuan lanjutan
o
Tempat : Aula ruang
serbaguna Jl. Dipati Ukur, UNPAD Bandung
o
Waktu : Bulan Juli
2004
o
Usulan topik :
Zoonosis
2.
Memaksimalkan kegiatan JIP dan menginformasikan kepada rekan-rekan lain yang
belum dapat hadir
3.
Mengusulkan kepada masing-masing instansi untuk merencanakan aktivitas
yang sesuai dengan aktivitas JIP
4.
Pendidikan terhadap konsumen
5.
Jejaring Promosi Keamanan Pangan akan banyak mengikuti aktivitas Jejaring
Intelijen Pangan
RINGKASAN HASIL WORKSHOP
Kelompok I
Moderator : Ir. Siti Muslimatun, MSc, PhD
Aktivitas :
·
Menyusun pokok-pokok isi
seminar menjadi satu artikel
·
Merencanakan strategi
mengkomunikasikan/mempublikasikan artikel tersebut
·
Menyempurnakan (mengedit)
abstrak-abstrak penelitian yang telah diterima panitia
·
Menyusun abstrak-abstrak
tersebut menjadi bahan publikasi
Metode :
Participatory discussion
Peserta :
- Mukh. Arifin (UNDIP)
- Tatang (Dit Gizi Masyarakat,
Depkes)
- Setia Murni (Badan POM)
- Ruki F (Badan POM)
- Roosatita (Fapet UNPAD)
- Soegianto Ali (FKU Atmajaya)
- Fauzi (Sub dit Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman)
- AA. Nyoman MN (Badan POM)
- Sorta (Depkes)
- Ellin Harlia (Fapet UNPAD)
- Kusmajadi S (UNPAD)
- Siti Muslimatun (SEAMEO)
- Dwi Nastiti Iswarawanti (SEAMEO)
- Nia N Wirawan (SEAMEO)
Topik
artikel yang disetujui :
‘Cemaran
Salmonella pada Bahan Makanan, Dampak dan Penanggulangannya’
Dari
topik tersebut akan disusun artikel dengan isi sebagai berikut :
No
|
Isi
|
Sumber
referensi
|
1
|
Pengertian Salmonella dan Salmonellosis
|
Presentasi Narain+literature
|
2
|
Bahaya Salmonellosis
|
Presentasi Narain+literature
|
3
|
Salmonella pada sayuran segar
|
Presentasi Wini+Literature
|
4
|
Cemaran Salmonella pada daging
|
Presentasi Wini+Literature
|
5
|
Cemaran Salmonella pada telur, unggas
|
Presentasi Wini+Literature
|
6
|
Cemaran Salmonella pada produk olahnnya
|
Presentasi Wini+Literature
|
7
|
Salmonella mudah mencemari makanan dari awal hingga
penyajian
|
Abstrak : Deteksi dan Isolasi Salmonella pada
produk daging
|
8
|
Cara transmisi
|
Literatur
|
9
|
Upaya penggulangan
- Teknologi : Sanitasi alat, pekerja, ruang dan bahan
- Perbaikan sanitasi dan higiene perorangan
- Perbaikan infrastruktur : sewage system, sumber air bersih
- Penyuluhan kepada penjaja kaki lima secara periodik dan gratis
- CPPB-CRT
- Cara produksi makanan yang baik (CPMB) meliputi cara penanganan,
pengolahan dan penyajian
|
|
10
|
Rekomendasi
untuk :
- Konsumen, yaitu :peningkatan
kesadaran masyarakat terhadap bahaya Salmonella melalui perbaikan
perilaku
- Pemerintah,
yaitu :
-
Standardisasi
-
GMP
-
SSOP
-
Pengawasan
-
Pembinaan penjual kaki
lima (contoh : pembuatan sentra kaki lima)
-
Pelatihan higiene
sanitasi makanan bagi pengusaha dan penjamah makanan-minuman
-
Standard salmonella
-
Promosi keamanan pangan
-
Pemberian reward
|
|
Media
Publikasi :
- Mailing list peserta Jejaring Intelijen Pangan
- Gizi net
Pembagian
tugas untuk pembuatan artikel tersebut :
Bagian
literatur :
1.
UNPAD : Literatur
review tentang pengertian dan cara transmisi salmonellosis (point 1 dan 8)
2.
POM : Sumber-sumber
cemaran pada sayur (point 3)
3.
UNDIP : Sumber-sumber
cemaran pada daging, telur, unggas dan produk olahannya (point 4,5,6)
4.
FKU Atmajaya :
Consequences of Salmonella contamination (point 2)
5.
SEAMEO : Cara
penanggulangan dan peningkatan kesadaran (point 9 dan 10)
Deadline
pengumpulan tugas : 2 minggu (20 Januari 2004)
Kelompok II
Moderator : Dr. Rina Agustina-Ahmad, MSc
Aktivitas :
·
Identifikasi topik
·
Rencana proposal
Identifikasi topik :
- Street food
- Logam berat
- Mikotoxin
- Zat warna
- Eliminir bahaya Salmonella
·
Mapping Salmonellosis
·
Food handler
·
Pencegahan Salmonella PMATS
·
Resistensi Salmonella
·
Identifikasi
·
Cemaran Salmonella
·
Pembuatan vaksin Salmonella
·
Salmonella dan produk
organik
·
Identifikasi cepat
Salmonella
Fokus : Salmonella
1.
Eliminir bahaya Salmonella
Tujuan :
·
Menemukan metode efektif
untuk mengeliminir Salmonella pada pangan beresiko.
·
Peran probiotik untuk
mencegah Salmonellosis pada manusia
2.
Pembuatan vaksin Salmonella
Tujuan :
produksi massal anti Salmonella
3.
Mapping Salmonella
Tujuan :
·
Mengetahui tingkat cemaran
Salmonella pada makanan (studi epidemiologi)
·
Mendapat data akurat
penyebaran Salmonella di Indonesia
4.
Salmonella & pangan organik
Tujuan :
memastikan keamanan mikrobiologi pangan organik
5.
Identifikasi cepat Salmonella
Tujuan :
identifikasi cepat Salmonellosis pada manusia.
Dari 5 topik tersebut di atas, dipilih sesuai
kesepakatan anggota adalah Mapping
Salmonella.
Sub fokus : Mapping Salmonella
Dibagi
dalam 2 kelompok yang membahas mapping Salmonella pada pangan dan mapping
Salmonella pada food handler. Setiap kelompok menetapkan tujuan, study design,
subjek, lokasi, data koleksi dan funding sources.
·
Pada pangan
Tujuan :
mengetahui angka cemaran Salmonella
·
Pada food handler
Tujuan :
o
Mendapat data akurat penyebaran Salmonella di Indonesia
o
Mengetahui besarnya jumlah food handler carrier Salmonella
o
Pencegahan penularan Salmonella
Kelompok Pangan :
Peserta :
1.
Prof. Kapti Rahayu (UGM)
2.
Ibu Dana (Depkes RI)
3.
Bpk Umam (Unibraw)
4.
Bpk Bambang (Unej)
5.
Ibu Ismirni (Dinkes Jabar)
6.
Ibu Daya ( BPOM)
7.
Ibu Darmawati Malik (BPOM)
8.
Bpk Dady Hidayat Maskar (SEAMEO-RCCN UI)
Study design : Rapid survey laboratorium.
Subjek : Makanan siap saji (lokal/luar) ; non
olahan (nabati ; hewani).
Daerah : kabuapaten/kota di Indonesia (sample random
sampling).
Data koleksi : field sampling (minimal 20 untuk 1 jenis)
& laboratorium.
Data analysis : SPSS
Funding sources : WHO, FAO, SEAMEO, Pemkot/Pemda
Kelompok Food Handler :
Peserta :
·
Bpk Ahmad S (IPB-GMSK)
·
Bpk Endang (Depkes RI)
·
Ibu Noor Endah (Badan
Litbang)
·
Ibu Diana (Badan Litbang)
·
Ibu Parwati (Badan Litbang)
·
Ibu Yunawati (SEAMEO-RCCN
UI)
Study design : survei di beberapa propinsi. Target
area : kabupaten, Rumah Sakit daerah
dan beberapa tempat pengolahan makanan.
Subjek : penderita diare, thypus, enteric fever di
Rumah Sakit ; food handler di beberapa tempat pengolahan makanan ;
perusahaan makanan.
Cara sampling : data
Rumah Sakit, Puskesmas, daerah wisata.
Lokasi : kota dan desa di propoinsi : Surabaya,
Yogyakarta, Bali, Medan, Ujung Pandang, Menado
Indikator : sampel (swab rectal, tangan, darah)
Data analysis : SPSS
Funding sources : WHO
Institusi : SEAMEO, Litbangkes, Perguruan Tinggi, P2M PLP